Berbagi Pengetahuan Kebenaran BerTuhan
Selasa, 13 Desember 2016
Neraka Sisi Lain Fenomena Kehidupan Yang Menanti Manusia Setelah Kematiannya
Pengetahuan Pembuka
Di dalam menjalani siklus kehidupannya, maka seorang manusia akan sampai kepada suatu masa diakhir perjalanan hidupnya. Ketika seorang manusia telah sampai kepada akhir perjalanan hidupnya, maka akan datang kematian menghampirinya.
Seorang manusia yang sebelumnya berada di dunia sewaktu hidup, maka setelah kematian datang menghampiri hanya akan memiliki dua pilihan saja yang menjadi sebuah tempat yang kekal yang harus dijalaninya setelah kematian itu. Sebuah pilihan yang dipilihkan oleh Yang Maha Kuasa sesuai dengan apa yang telah dilakukannya sewaktu di dunia. Salah satu dari pilihan bentuk kehidupan yang harus dijalaninya adalah memasuki alam kegelapan atau yang umum disebut oleh seluruh manusia sebagai neraka.
Di dalam alam kegelapan ini, seorang manusia harus menjalani suatu kondisi atau bentuk kehidupan tanpa batas waktu yang jelas dan terus menerus harus menjalani segala kondisi yang ada di tempat itu hingga tangan-tangan yang berupa mukjizat dari Yang Maha Kuasa, akan mampu mengangkatnya dari alam kegelapan atau neraka itu kepada suatu tempat yang lebih baik.
Apakah alam kegelapan atau neraka itu benar nyata adanya? Bagaimanakah kondisi dan bentuk kehidupan manusia selama berada di dalam neraka itu? Apakah pengetahuan manusia tentang neraka selama ini adalah benar atau merupakan sesuatu yang berbeda jauh dengan kenyataan sesungguhnya dari keberadaan neraka itu.
BAB I
PENGETAHUAN TENTANG MANUSIA DAN PERBUATANNYA DI DUNIA
Dunia adalah merupakan salah satu tempat, dimana bentuk kehidupan berlangsung, dari sekian keberadaan bentuk kehidupan yang lainnya.
Bentuk-bentuk kehidupan yang ada, meliputi keberadaan makhluk-makhluk hidup didalamnya. Dan manusia merupakan salah satu makhluk hidup dari sekian banyak makhluk hidup yang telah diciptakan oleh Yang Maha Kuasa.
Pengetahuan yang didapat saat ini, membagi dua bentuk kehidupan secara garis besar, yaitu kehidupan yang nyata secara fisik serta kehidupan yang tidak dapat terlihat secara fisik atau yang umum disebut sebagai kehidupan dunia lain (gaib).
Di dalam kehidupan secara fisik, maka terdapat makhluk hidup yang tumbuh dan berkembang didalamnya, yang meliputi manusia, hewan dan tumbuhan, dan masing- masing memiliki karakter dan kekhasan tersendiri.
Manusia sebagai salah satu makhluk hidup yang ada, memiliki perbedaan dan kelebihan dari hewan dan tumbuhan, dikarenakan memiliki komponen-komponen penyusun di dalam dirinya yang berbeda dengan kedua makhluk hidup lainnya. Komponen-komponen yang menyusun tubuh manusia secara lahir dan batin adalah lebih lengkap dibandingkan dengan komponen-komponen yang menyusun di dalam tubuh hewan dan tumbuhan.
Pengetahuan secara lengkap dan mendalam mengenai manusia beserta komponen yang dimilikinya, akan didapatkan pada pengetahuan yang khusus untuk itu, yang berkaitan dengan fungsi dari keberadaan komponen-komponen itu.
Perbedaan paling umum yang diketahui antara manusia dengan makhluk hidup lainnya adalah dengan adanya sebuah akal pikir, yang membuat seorang manusia lebih mampu mengarahkan dan menggunakan segala daya dan kemampuannya untuk tujuan tertentu.
Walaupun bukan hanya akal pikir saja yang membedakan antara manusia dengan makhluk lainnya, tetapi dengan adanya satu perbedaan itu saja, seharusnya sudah menjadi sebuah barometer bagi manusia untuk dapat menciptakan kehidupan yang lebih baik bagi diri, keluarga, kerabat, maupun orang terdekat sekitarnya.
Dengan adanya akal pikir itu pulalah seorang manusia seharusnya dapat melakukan sesuatu yang jauh lebih baik dari apa yang bisa dilakukan oleh makhluk hidup lainnya dan bukan saja merupakan kehidupan yang lebih baik secara lahir, tetapi jauh lebih bermakna adalah berusaha untuk meraih kehidupan yang lebih baik dalam kehidupan batinnya.
Kehidupan fisik memang penting, karena sebagai sebuah realitas kehidupan selama berada di dunia, maka seorang manusia, apapun posisi atau peran yang dijalaninya baik sebagai seorang bapak, ibu, anak atau yang lainnya, mempunyai suatu kewajiban terhadap yang lainnya dalam hal keduniawian.
Kewajiban maupun kebutuhan untuk memenuhi kehidupan secara lahir adalah merupakan bagian yang tak terpisahkan yang harus pula dilakukan oleh manusia secara maksimal.
Semua kebutuhan yang bersifat lahir, yang diperlukan oleh manusia, pada akhirnya akan dipengaruhi oleh satu hal, yaitu materi. Dengan adanya materi ini, maka manusia bisa memperoleh segala sesuatu yang menjadi kebutuhan hidupnya. Dengan materi pula, seorang manusia bukan saja dapat memenuhi kehidupan pribadinya, tetapi dapat pula membantu keluarga ataupun orang disekitarnya. Dengan adanya materi pula, maka umumnya seorang manusia akan dihargai oleh manusia lainnya.
Semua hal itu merupakan suatu kondisi riil yang terdapat di dalam setiap kehidupan manusia. Semua pernyataan itu adalah benar adanya, tetapi bukan merupakan suatu kebenaran untuk tujuan yang tertinggi. Karena dengan upaya untuk memperoleh materi itu, sering kali manusia dikendalikan oleh segala hal dan aktivitas untuk memburu materi itu, sehingga melupakan sisi lain kehidupannya yang juga memerlukan sentuhan dan perhatian khusus.
Kenyataan yang berlaku saat ini adalah manusia dikendalikan dan bahkan diperbudak oleh materi. Dengan berbagai dalih dan alasan tanpa disadari mereka telah menomersatukan apa yang disebut materi itu, walaupun untuk memperolehnya mereka lakukan dengan berbagai cara bahkan dengan menutupinya dan dikemas dalam suatu bentuk yang seolah-olah tidak mengharapkan materi, tetapi pada kenyataannya merupakan sasaran tembak untuk memperoleh materi dalam jumlah besar.
Manusia-manusia yang berdalih dan memainkan peran semu sebagai sosok sempurna, padahal sesungguhnya hanya mengharapkan materi semata. Kenyataannya adalah peran
kepalsuan itu justru sering kali dilakoni oleh seorang manusia dengan pengetahuan dan intelektual yang cukup, bahkan lebih, sehingga mampu menutupi dan membodohi orang lainnya.
Materi dan materi, itulah yang selalu berputar dan mengisi setiap ruang dan sendi di dalam kehidupan manusia.
Hampir sebagian manusia sibuk menyirami dan memberi pupuk kepada kehidupan duniawinya. Sebagian besar manusia telah melupakan adanya sisi lain dalam kehidupannya, yang memerlukan perhatian khusus dan juga kesadaran dari dalam dirinya untuk memperoleh pengetahuan mengenai kehidupan batin.
Apa yang diperoleh dalam kehidupan lahir adalah penting tetapi apa yang seharusnya dicapai dalam kehidupan batin adalah jauh lebih penting, karena akan menyangkut satu kehidupan bagi manusia yang harus dijalaninya dalam waktu yang jauh lebih lama dari keberadaanya di dunia, bahkan bisa jadi untuk selamanya.
Bagaimana seorang manusia memaknai kehidupan batinnya, akan sangat menentukan bagi diri manusia itu sendiri apakah kelak dirinya akan memperoleh kehidupan yang lebih baik setelah kematiannya, ataukah justru harus menjalani hari- harinya dengan kehidupan yang jauh berisi penderitaan dan kesengsaraan yang tiada akhir.
Sebenarnya, banyak pula manusia yang mulai menyadari dan merasakan kebutuhan dari dalam dirinya tentang suatu kebenaran atau pengetahuan yang mengisi kedahagaan dalam batinnya. Tetapi sebagian dari mereka tidak tahu harus kemana dan bagaimana, sementara sebagian lainnya terperangkap masuk ke dalam suatu bentuk penawaran yang menjanjikan kehidupan batin yang terbaik, tetapi sebenarnya berisi kepalsuan dan kekosongan semata, bahkan mungkin menjadi perangkap yang menyeret mereka kepada kehidupan yang jauh lebih buruk setelah kematiannya.
Lagi-lagi disela kedahagaan manusia akan kehidupan batin, muncullah sosok-sosok manusia bak pahlawan ditengah hari, yang mengulurkan tangan dan menjanjikan berjuta kebaikan bagi kehidupan batin mereka. Tidak sedikit yang terpesona dan bahkan mengagumi sosok-sosok yang bermunculan itu dan mengikuti segala saran dan menu yang mereka sajikan.
Karena begitu lapar dan dahaganya para manusia itu akan kebutuhan batinnya, menyebabkan mereka menjadi tidak bisa memilah, manakah yang merupakan pengetahuan yang benar dan mana pula yang merupakan sebuah hidangan yang hanya dapat mengisi rasa lapar dan dahaga mereka sesaat dan kemudian hilang kembali tanpa meninggalkan suatu manfaat apapun.
Banyak manusia yang mengikuti saran dan janji yang diberikan sosok-sosok itu, tetapi sebenarnya hanya menawarkan sebuah keindahan semu seperti memberikan gula-gula kepada seorang anak, manis untuk sesaat, tetapi tidak berguna dan bahkan bisa membuat sakit perut.
Sosok-sosok bagai pahlawan itu memberikan kata-kata manis dan kesempurnaan semu, yang memang menyenangkan telinga dan mata untuk saat itu, tetapi ketika selesai, tidak ada satu hal pun yang dapat diambil atau dijadikan satu pegangan saja oleh semua manusia itu.
Mereka merasa senang dengan apa yang dilihat, didengar, tetapi apabila ditanyakan kepada mereka, apakah yang telah kamu dapatkan dari segala bentuk penyajian yang katanya berisi pengetahuan batin dari sosok-sosok yang berlaga sempurna itu?
Apakah manusia itu dapat menjawab dengan satu kepastian tentang suatu manfaat yang benar-benar diperolehnya pada saat mengikuti pertemuan dengan sosok- sosok pahlawan itu. Sudah dapat dipastikan, mereka akan hanya terdiam, karena memang mereka tidak tahu harus menjawab apa. Dan bahkan, sebagian dari mereka sama sekali tidak mengetahui tujuan kehadiran mereka dalam menghadiri pertemuan itu.
Mereka mengikuti pertemuan itu karena sepertinya sesuatu yang menyenangkan, menjadi rutinitas, atau kebahagiaan semu dimata orang lain, ataupun untuk memperoleh suatu status tertentu yang tidak jelas keberadaannya.
Kalaupun ada sebagian dari mereka yang masih berdalih dan menutupi bahwa telah mendapatkan siraman batin, tetapi bila kembali ditanyakan kepada mereka bagaimanakah cara yang dapat diterapkan dalam menghadapi kondisi di dalam kehidupannya, maka mereka akan menjawab dengan sebuah jawaban klise, dengan menjalankan ajaran semestinya dari masing-masing kepercayaan dengan sebaik-baiknya.
Bila kembali ditanyakan kepada mereka, ajaran apa yang disampaikan, bagaimana penerapannya secara pasti, dan hasil apakah yang akan didapat bila melakukan semua itu dengan sebaik-baiknya dan adakah satu barometer sebagai pengukur, apakah segala yang telah dilakukannya itu telah baik atau masih terdapat kekurangan.
Pada saat itu, jelaslah bahwa apa yang telah didapatkan oleh manusia-manusia itu, melalui sosok bagai pahlawan, ternyata tidak berisi sesuatu yang bermakna atau mengandung suatu kepastian tentang kehidupan batin mereka.
Jangankan terhadap manusia-manusia yang mengikuti pertemuan itu, terhadap sosok-sosok bagai pahlawan itu, bila ditanyakan hal yang sama, belum tentu pula mereka dapat menjawabnya.
Apalagi bila diberikan sebuah pertanyaan yang merupakan inti dari segala tujuan hidup manusia di dunia, yaitu apakah semua aktivitas, ajaran, kebaikan, apapun namanya yang didapatnya itu, akan memberikan sebuah kepastian bahwa kelak ketika dirinya menghadapi kematian, maka akan memperoleh sebuah tempat terbaik, yaitu surga ataupun alam cahaya yang tertinggi?
Apakah ada satu kepastian bahwa dirinya akan masuk ke dalam surga, atau minimal saja, apakah mereka mengetahui apa yang harus dilakukan ketika kematian itu akan datang menghampiri?
Itu adalah pertanyaan utama yang harus dilontarkan, karena pada hakikatnya apapun kebaikan yang ditebarkan atau dilakukan oleh manusia, sesungguhnya merupakan sebuah bentuk aktivitas yang diupayakan untuk mengarah kepada suatu keberhasilan, mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat.
Tetapi, bentuk kebahagiaan di akhirat itu tetaplah menjadi sesuatu yang semu, karena mereka sama sekali tidak mengetahui bagaimana bentuk kehidupan yang akan kelak mereka jalani setelah kematian datang menyapanya.
Itulah kenyataan yang terhampar pasti dan melanda hampir seluruh manusia di dunia. Siapakah yang dipersalahkan bila saat ini para manusia tidak mengetahui dan menyadari akan pentingnya pencapaian dalam kehidupan batin untuk meraih kebahagiaan di akhirat.
Apakah kesalahan dari manusia yang tidak ingin mencari pengetahuan itu dengan kesungguhan hati? Apakah salah manusia yang merasa puas dengan apa yang didapatnya dan tidak berusaha untuk selalu mencari pengetahuan yang benar? Apakah salah manusia itu pula yang tidak memilah orang yang tepat untuk dapat membimbingnya dan memberikan pengetahuan yang benar tentang kebahagiaan batin bagi kehidupan di akhirat? Ataukah salah dari manusia yang telah memberikan bimbingan dan pengajaran semu tanpa suatu kebenaran yang pasti bagi manusia lainnya?
Tidak akan ada habisnya dan tidak akan memberi manfaat apabila menghabiskan waktu untuk mencari pembenaran atau mencari kesalahan dari siapa yang bertanggung jawab dalam hal itu.
Masalah kebahagiaan batin dan kehidupan di akhirat adalah mutlak merupakan sebuah hubungan pribadi antara seorang manusia dengan Tuhannya. Artinya usaha untuk mencapai kehidupan akhirat itu adalah merupakan tanggung jawab pribadi yang harus terus diemban, dicari dan dilakukannya dengan semaksimal mungkin untuk meraihnya.
Kalaupun seorang manusia mendapat bimbingan dari seorang manusia lainnya itupun tidak terlepas dari akal pikir yang digunakannya untuk selalu mencari pengetahuan tanpa batas waktu, tanpa mengenal lelah untuk selalu mencari dan mencari kehidupan akhirat itu.
Sebenarnya, selain menggunakan akal pikir yang mungkin pula terbatas adanya, manusia memiliki pembimbing sejati yang tidak akan pernah membohongi dirinya dan akan selalu menuntunnya kepada kebenaran, tetapi sayangnya, jangankan berkomunikasi dengan pembimbing itu, mengetahui keberadaanya saja, hampir sebagian manusia tidak mengetahui.
Seorang pembimbing yang akan membantu dirinya untuk dapat memilih sebuah petunjuk yang sebenar-benarnya, yaitu nurani atau percikan dari keberadaan Tuhan di dalam diri. Dengan nurani itulah seorang manusia akan dituntun dan dibimbing untuk dapat menemukan seorang manusia yang benar-benar dapat mengantarkannya kepada sebuah kebahagiaan hidup lahir dan batin, dunia dan akhirat, dengan sejati. Yang akan membimbingnya mencapai kebahagiaan hidup yang sempurna, tanpa sedikitpun memikirkan sebuah nilai atau materi dari pengetahuan kebenaran yang disampaikannya.
Ingatlah bahwa Tuhan Yang Maha Kuasa itu adalah pasti, sehingga sebuah pengetahuan yang menghantarkanmu kepada kebahagiaan dunia akhirat itu harus pula memberikan suatu kepastian yang menghantarkanmu kepada tempat yang penuh cahaya dan kebahagiaan abadi setelah kematian.
Manusia-manusia hendaknya selalu meluangkan waktu untuk merenung dan jujur terhadap diri sendiri. Jujur dengan kejujuran yang sebenarnya, tentang apa yang telah dilakukannya selama ini dan apakah yang telah diraihnya dalam rangka mencapai kehidupan dunia khususnya akhirat.
Dengan jujur terhadap diri sendiri, maka seorang manusia akan dapat menyadari tentang kekeliruan yang telah dibuatnya dan akan memunculkan tekad dan semangat untuk memperoleh bimbingan dan pengetahuan yang sebenar- benarnya tentang kehidupan batin atau akhirat.
Dalam keheningan, bermohonlah kasih sayang dan petunjuk dari Yang Maha Kuasa, tanggalkanlah segala keegoanmu dan juga pengetahuan semu yang meracuni dirimu. Dengan kepasrahan yang sepasrah-pasrahnya, dirimu akan menemukan satu titik petunjuk tentang kebenaran yang sejati dalam kehidupan dunia dan akhirat.
Dengan petunjuk itu, maka seorang manusia akan menyadari bahwa kehidupan dunia dan akhirat merupakan dua hal yang berbeda, walaupun tetap saling berhubungan. Artinya, segala sesuatu yang berupa kebaikan yang telah dilakukan oleh manusia di dunia, selama itu berupa sesuatu yang berupa secara fisik, hanya akan dirasakan oleh manusia itu balasannya berupa kebaikan pula selama di dunia.
Berbuat baik dan kasih kepada sesama adalah hal penting, karena sebagai balasannya manusia itupun akan dicintai oleh orang lain. Namun mengenai kehidupan akhirat, merupakan satu hal yang memberikan satu syarat mutlak untuk dapat meraih kebahagiaan yang sejati.
Sebuah usaha dan tekad yang harus berasal dari dalam diri dengan kesadaran dan keyakinan penuh, yang dapat menghantarkan seorang manusia untuk dapat menemukan jalan menuju kebenaran dan meraih kebahagiaan di akhirat.
Itu adalah merupakan syarat mutlak dan tidak dapat digantikan dengan apapun. Karena tidak dapat diukur dengan nilai atau materi sejumlah berapapun.
Pengetahuan yang benar tentang kehidupan di akhirat, hanya akan diperoleh dari manusia yang memiliki pengetahuan itu dan mendapatkan izin dan petunjuk langsung dari Yang Maha Kuasa. Seorang manusia yang menyampaikan kebenaran dan menghantarkan kepada suatu kepastian, dengan segala ketulusan tanpa mengharapkan sebuah imbalan atau penghargaan dalam bentuk apapun yang berasal dari manusia. Karena dirinya tidak memerlukan semua itu, apapun yang diinginkannya telah diberikan oleh Yang Maha Kuasa, karena dirinya merupakan bagian yang tak terpisahkan dari Yang Maha Kuasa.
Seorang manusia haruslah selalu mencari dan mencari. Apabila menemukan suatu kebenaran yang masih mensyaratkan sejumlah nilai atau materi tertentu, maka dapat dipastikan dengan segera, itu bukanlah suatu kepastian atau kebenaran sejati.
Seorang manusia hendaknya tidak menghabiskan waktu dan hidupnya hanya untuk berpindah dari suatu perangkap ke perangkap lainnya. Karena bila hal itu dilakukan terus menerus tanpa kesadaran untuk mencari kebenaran yang sejati, apalah jadinya dengan kehidupannya setelah kematian.
Akan kemanakah dirinya berada setelah kematian itu, bagaimana jika kehidupan berikutnya itu berada di dalam alam kegelapan atau neraka.
Oleh karena itu hendaknya seorang manusia jangan menilai secara fisik atau membanggakan keegoisan demi status tertentu, karena sekali lagi, kebahagiaan atau penderitaan yang abadi, akan didapatkan setelah kematian dan hal itu tergantung sepenuhnya kepada diri manusia itu sendiri.
Ketika kematian itu datang dan ternyata adalah alam kegelapan yang penuh penderitaan yang harus dijalaninya, maka segala penyesalan sudahlah terlambat. Tidak ada satu manusia pun yang mampu membantunya keluar dari tempat yang penuh dengan penderitaan dan kesengsaraan tanpa batas akhir.
Kalaupun suatu anugerah dan mukjizat itu bisa datang kepada manusia itu, itu hanyalah merupakan sebuah izin dan kehendak dari Yang Maha Kuasa, baik secara langsung maupun melalui utusan-Nya yang mampu melakukan hal tersebut.
Betapapun banyak materi yang dimiliki, betapapun agung orang memandangnya, tetapi ingatlah, pada akhirnya nanti seorang manusia itu akan sendirian, bertanggung jawab atas kehidupan berikutnya dan merasakan sendiri bentuk kehidupan yang harus dijalaninya, kebahagiaan sejati atau penderitaan abadi.
BAB II
NERAKA SEBUAH ALAM KEGELAPAN DENGAN PENDERITAAN TIADA AKHIR
Setelah seorang manusia telah sampai pada suatu masa, dimana waktu kehidupan didunianya akan berakhir, pada saat itulah kematian datang menyapanya.
Ketika kematian mulai menghampiri, maka kematian itu pun akan datang dalam berbagai rupa. Ada manusia ketika kematian datang itu menghampiri, maka dirinya menghabiskan sisa waktunya dengan penuh kedamaian dan kebahagiaan. Tiada merasakan sedikitpun kesukaran atau kesakitan. Kondisi itu umum disebut manusia sebagai sakaratul maut.
Begitu banyak manusia yang menghabiskan titik akhir kehidupannya dengan penuh kesakitan, kesulitan yang tiada tergambarkan. Bahkan banyak pula manusia yang bukan hanya merasakan penderitaan pada detik-detik kematiannya, tetapi jauh sebelum kematian itu datang, dirinya telah merasakan azab dan penderitaan, selama waktu yang cukup lama. Seolah- olah, telah merasakan suatu penderitaan lebih awal terhadap perbuatan yang dilakukannya di dunia.
Berbagai kondisi dan rupa yang dialami seorang manusia pada saat detik-detik berakhir kehidupannya, dapat pula dianggap sebagai sebuah penggambaran dari kehidupan yang akan dijalani selanjutnya, walaupun tidak seluruhnya mutlak seperti itu, tetapi bila seorang manusia yang menghabiskan nafasnya dengan penuh penderitaan dan kesakitan, tidak dapat diragukan lagi bahwa dirinya akan memperoleh sesuatu yang lebih menderita dari apa yang dialaminya. Kondisi seperti itu menggambarkan, seolah-olah jalan menuju alam kegelapan atau neraka telah diperlihatkan.
Seperti kehidupan di alam cahaya atau surga yang penuh kebahagiaan dan keindahan tiada tara, maka begitupun dengan kehidupan di alam kegelapan akan memberikan sesuatu sebaliknya, berupa penderitaan dan kesengsaraan yang tiada tara dan tiada batas akhir.
Bila diberikan sebuah pertanyaan kepada setiap manusia siapapun dirinya, apa yang menjadi harapan atau hendak berada dimanakah dirinya setelah kematian?
Tentunya, dapat dipastikan bahwa dirinya ingin masuk kedalam surga dan sama sekali merasa takut dan tidak ingin menjalani kehidupannya di neraka. Tetapi keinginan hanyalah sebatas keinginan, tanpa tekad dan keyakinan serta usaha untuk menggapainya secara benar. Sehingga ketika kematian datang, maka yang didapatnya adalah sebuah kondisi yang sama sekali tidak diharapkannya, namun tidak ada suatu suara pun yang dapat membantah dan tidak ada suatu tangan pun yang tergerak untuk meraihnya agar bisa keluar dari tempat itu.
Tinggalah manusia itu sendiri meratapi nasib yang harus diterimanya, dikarenakan keegoisan dan kelalaian dari dirinya sendiri. Mau tidak mau, ingin atau tidak ingin, maka diri manusia itu harus mulai menapaki dan menjalani kehidupannya dengan berbagai penderitaan yang sudah menanti.
Alam kegelapan atau neraka adalah sebuah kebenaran yang pasti adanya. Tempat itu selalu menanti dengan setia kehadiran manusia-manusia yang tidak menghidupkan nurani didalam dirinya untuk membimbingnya dalam mencapai kebahagiaan di akhirat. Selalu menanti manusia-manusia yang diliputi keegoisannya, kebanggaan semu, dan keangkuhan dengan apa yang dimilikinya, padahal sebenarnya pengetahuan yang tidak bermakna apapun.
Bahkan, neraka pun terkadang menanti kehadiran manusia-manusia yang terlihat baik dalam kehidupannya di dunia, tetapi sayangnya belum memperoleh pengetahuan dan bimbingan bagaimana mencapai kebahagiaan hidup di akhirat.
Manusia dalam kategori terakhir ini, bisa jadi akan berada disalah satu tingkat neraka yang tetap memiliki penderitaan tersendiri, tetapi tidak seberat pada tingkat-tingkat neraka lainnya. Dan neraka pun selalu setia menanti kehadiran manusia-manusia yang membutakan mata dan hati mereka ketika melihat kebenaran itu hadir didepan mereka.
Apakah diri manusia ingin termasuk dalam kategori- kategori tersebut atau tidak, semua akan berpulang kepada diri manusia itu sendiri. Hendak menyelamatkan diri ataukah menenggelamkan diri, khususnya kepada para manusia yang sebenarnya telah mengetahui setitik kebenaran menghampiri, tetapi malah berpaling dan menutup mata, telinga, dan diri mereka dari kebenaran itu. Dan, sekali lagi neraka tidak akan pernah bosan untuk selalu menanti kehadiran manusia- manusia lainnya.
Pengetahuan awal tentang neraka cukup sampai disini, pada hari berikutnya, sambil menunggu dari yang maha kuasa, aku akan menyampaikan, jenis-jenis tempat di dalam neraka, kondisi, dan bentuk kehidupan yang harus dijalani. Serta mungkin pula hal lainnya yang akan diberikan untukmu.
Untuk sementara waktu, pengetahuan lanjutan nanti hanya untuk dirimu sendiri. lain waktu dan kondisi bisa saja itu bisa menjadi pengetahuan untuk orang lain.
(Sabtu, 17 September 2005. Dari jam 18.00 hingga 20.00. Membaca lembaran-lembaran bercahaya dari alam ketuhanan.)
BAB III
BENTUK KEHIDUPAN DAN KONDISI MANUSIA DI DALAM NERAKA
Setiap manusia, siapapun dirinya tidak akan pernah berharap atau memimpikan pada akhirnya nanti akan menghabiskan keabadian hidupnya di dalam neraka.
Walaupun manusia tidak mengetahui secara pasti bagaimana keberadaan di dalam neraka itu, tetapi secara garis besar, manusia menggambarkan bahwa neraka adalah tempat yang penuh dengan siksaan dan penderitaan.
Penggambaran itu dapat dikatakan benar, walaupun bagaimana kondisi nyata tentang bentuk penderitaan yang harus dijalani manusia itu, hingga saat ini menjadi pembahasan yang belum menemukan ujung dan menjadi perdebatan yang tiada akhir.
Apabila pengetahuan tentang kehidupan neraka ini dapat diketahui oleh seluruh manusia, maka akan menjadi sesuatu hal yang dapat mengemparkan secara batin setiap manusia.
Secara batin, dapat dipastikan bahwa siapapun manusia yang mengetahui tentang kehidupan yang harus dijalani di dalam neraka, maka mereka akan dilanda rasa ketakutan yang tiada tara dan kebingungan bagaimana untuk menghindari hal itu. Kemana harus mencari pengetahuan itu dan upaya apa untuk menyelamatkan diri mereka.
Secara batin merekapun akan menyadari, bahwa apa yang telah mereka lakukan dan raih selama ini, hanyalah masih merupakan bayang-bayang semu yang tanpa kepastian, bahkan mereka pun menyadari dan menjerit, betapa sangat merindukannya pengetahuan yang dapat menarik mereka menjauhi dari tempat yang sangat mereka takuti itu.
Perwujudan di dalam batin manusia dapat dipastikan sama, tetapi sayangnya, ketika rasa itu telah dipengaruhi oleh fisik manusia itu, maka akan timbullah beranekaragam respon dan pendapat secara fisik oleh manusia itu.
Sebagian besar dari manusia, dimana batinnya telah tertutupi oleh monopoli fisik, justru akan berdebat dalam diri sendiri dan menyangkal tentang kebenaran yang didapatnya, merasa bahwa itu sesuatu hal yang dibesarkan dan merasa pula bahwa diri selama ini telah melakukan sesuatu yang benar.
Sebagaian dari manusia pula akan diam terpaku, mereka tidak mengetahui apa yang harus dilakukan. Mereka tidak membenarkan atau menyalahkan, karena keterbatasan daya tangkap mereka atau mereka benar-benar tidak memahami tentang kondisi yang mereka alami.
Manusia-manusia yang telah lama mencari pengetahuan ketuhanan yang benar, tentu akan merasakan getaran yang semakin mendorong mereka untuk berusaha menemukan jawaban dan bertemu dengan seseorang yang benar-benar mampu membimbing dan menyelamatkan mereka dari penderitaan tiada tara serta tiada akhir di dalam neraka.
Manusia yang membuka diri secara batin dan jujur terhadap diri sendirilah yang akan mampu menangkap sinyal- sinyal kebenaran, dan dengan merendah diri dapat menemukan kebenaran dan menjadi manusia-manusia yang terselamatkan dari neraka itu.
Akan dapat terlihat, manakah golongan manusia yang beruntung termasuk ke dalam kaum yang menerima kebenaran, menghilangkan keegoisan duniawi, serta monopoli fisik yang sebenarnya tidak memiliki kemampuan apapun.
Pada sisi sebaliknya, terdapat manusia-manusia yang celaka, yang hanya menuruti keegoisan fisik dan nafsu keangkuhan yang menampilkan dirinya sebagai sosok yang benar, yang akan menjadikannya membutakan mata, hati, dan telinga mereka dari kebenaran yang sesungguhnya.
Tuhan Yang Maha Kuasa selalu berkasih sayang dan adil kepada seluruh manusia, dimana kesempatan untuk dapat menyelamatkan diri maupun keluarga dan orang-orang disekitarnya selalu terbuka, hingga pada akhirnya nanti sampai kematian datang kepadanya. Selama itu pulalah sebenarnya pintu kesempatan masih terbuka.
Tuhan Yang Maha Kuasa selalu memberikan kebenaran dari berbagai arah dan berbagai sudut pandang manusia untuk dapat meraihnya, tetapi apabila pada akhirnya terdapat manusia-manusia yang termasuk ke dalam golongan kaum yang celaka, maka siapakah yang dipersalahkan?
Kesempatan untuk dapat meraih kebenaran dan menyelamatkan diri masih selalu terbuka luas dan jalan menuju ke arah sanapun selalu terbentang. Karena vonis tidak akan dijatuhkan selama Percikan Kehidupan Yang Maha Sempurna masih berada di dalam diri manusia.
Ketika kematian datang dan menghampiri, dan percikan kebenaran Yang Maha Sempurna di dalam diri manusia itu telah kembali dan menjauh dari raga manusia itu, maka pada saat itulah segala sesuatunya menjadi tiada guna dan sudah telambat. Pada saat itulah pertanggungjawaban akan apa yang didapatnya sebagai balasan bagi dirinya akan langsung dijalaninya, karena telah menantinya di depan mata.
Pada saat jiwa manusia berpisah dari raganya, maka pada saat itulah terbentang suatu jalan yang akan mengarahkannya kepada suatu tempat. Tempat kebaikan atau tempat yang penuh dengan kenistaan.
Neraka dikatakan sebagai tempat yang penuh kenistaan, karena memang tidak ada satu kebaikan atau kebahagiaan pun yang ada didalamnya. Kenistaan sebagai balasan setimpal bagi setiap manusia didalamnya.
Selama ini manusia menggambarkan neraka sebagai sebuah tempat dimana manusia berkumpul didalamnya menjalani hari-hari dengan penuh siksaan berbagai rupa seperti yang diketahui oleh manusia selama ini.
Penggambaran menurut pendapat manusia tentang adanya siksaan itu dapat dikatakan sebagai sesuatu yang mendekati kenyataannya, walaupun mengetahui tempat keberadaan neraka itu tidaklah benar adanya hanya berada disatu tempat dimana manusia berkumpul bersama-sama.
Telah dijelaskan sebelumnya, bahwa seperti halnya surga yang memiliki tingkatan-tingkatan tertentu, maka keberadaan neraka pun memiliki keanekaragaman bentuk dan kondisi kehidupan yang akan dijalani oleh manusia.
Antara satu tempat, maka akan menampilkan satu kondisi dan bentuk kehidupan berbeda dari setiap manusia didalamnya. Apapun bentuk kehidupan dan kondisi manusia di dalam menjalani kehidupan di dalam neraka, maka neraka tetaplah neraka. Tidak ada satu kebaikanpun didalamnya. Dan, jangan hanya berharap untuk bisa selamat darinya, yang terpenting adalah haruslah menyadari dengan nurani terdalam dan sebuah tindakan nyata untuk benar-benar dapat menyelamatkan diri dari penderitaan yang kekal di dalam neraka.
Berikut ini akan dijelaskan pengetahuan dan penggambaran tentang keberadaan dari bentuk kehidupan dan kondisi yang dijalani oleh manusia yang berada di dalam neraka masing-masing.
Secara garis besar, maka bentuk kehidupan dan kondisi manusia di dalam menjalani kehidupan di neraka terbagi menjadi dua, yaitu:
1.Neraka yang dilalui dengan perpindahan dimensi waktu dan perwujudan .
2.Neraka yang dilalui secara langsung tanpa melalui perpindahan dimensi waktu dan perwujudan.
Pembagian bentuk kehidupan neraka secara garis besar akan dijelaskan beserta kondisi kehidupan masing-masing yang ada didalamnya.
1. Neraka Yang Dilalui Dengan Perpindahan Dimensi Waktu dan Perwujudan
Setelah seorang manusia merasakan kematian, maka pada saat itu pulalah komponen yang merupakan bagian- bagian dari manusia itu akan terpisah. Ada komponen yang melebur dan kembali kepada asalnya, ada yang tertinggal di tanah, dan ada pula komponen dari diri manusia itu yang tetap berada di dalam kehidupan atau yang disebut dengan jiwa manusia itu.
Setelah sang jiwa berpisah dari tubuh dan komponen- komponen lainnya, maka dia akan berdiri dengan sendirinya. Sebagian dari sang jiwa dari para manusia, bahkan terkadang tidak menyadari bahwa dirinya telah terpisah dari jasad tempat bersemayam dirinya selama ini.
Sebagian dari jiwa yang tidak mendapatkan tuntunan menuju cahaya kebahagiaan di akhirat, maka tetap akan berada di dunia dan dalam kebimbangan dan kegelapan yang dihadapinya, berusaha untuk meraih genggaman ataupun menemukan sesuatu untuk tempatnya melangkah ataupun melakukan sesuatu.
Dalam ketakutan dan kebingungannya, maka ketika sang jiwa melihat setitik sinar disekitarnya, maka dengan serta- merta dirinya akan berusaha untuk mendekati titik sinar tersebut dan terus mengikutinya, tanpa pernah mengetahui dari manakah titik sinar itu berasal dan akan mengarah kemanakah nantinya.
Titik sinar yang akan ditemui manusia pada saat kematian dan menjadi berupa jiwa saja, tidak selamanya menunjukan kepada titik sinar yang akan membawanya kepada alam cahaya, melainkan bisa jadi merupakan titik sinar yang berasal dari tempat lainnya, karena sesungguhnya dapat dibedakan antara sinar yang akan mengantarkan kepada alam cahaya, dengan sinar-sinar lainnya yang bersifat semu dan membawanya ke tempat lain, yang tidak berisi sesuatu yang lebih baik dari apa yang dijalaninya.
Jiwa manusia itu akan terus mengikuti titik sinar itu dan bersama dengan titik sinar itu hingga pada akhirnya dirinya menyadari ketika titik sinar itu mulai memudar, barulah tampak dimanakah dirinya berada pada saat itu.
Titik sinar itu bisa jadi berasal dari hewan, sehingga dirinya akan menjadi serupa dengan hewan tersebut, ada yang berasal dari tumbuhan, sehingga dirinya pun akan sama dengan tumbuhan itu.
Neraka yang dilalui dengan perpindahan dimensi waktu dan perwujudan adalah merupakan neraka yang harus dilalui oleh jiwa tersebut setelah dirinya memasuki sebuah dimensi waktu dan mengalami perubahan bentuk dari semula seorang manusia menjadi bentuk lainnya. Dimana jiwa dari manusia itu akan mengisi tubuh atau jasad dari hewan atau tumbuhan itu.
Jiwa manusia yang telah mengalami perpindahan waktu dan perwujudan itu, akan berada kembali di dunia atau dengan kata lain terlahir kembali dari seorang manusia menjadi makhluk hidup lainnya, yang tentu saja memiliki martabat yang lebih rendah dari keberadaan seorang manusia sebelumnya.
Di dalam menjalani kehidupan berikutnya di dalam tubuh hewan atau tumbuhan itu, karena sesungguhnya sang jiwa itu merupakan manusia sebelumnya, maka tetap dapat merasakan apa yang terjadi pada tubuh fisiknya saat ini, walapun bukan lagi berwujud sebagai manusia.
Ada sebagian jiwa manusia itu yang masih menyimpan ingatan atau sedikit informasi dari keberadaan orang–orang yang dahulu dekat pada masa kehidupannya sebagai manusia. Jadi, ketika dirinya setelah mengalami perubahan wujud kemudian berada disekitar orang-orang yang dikenalnya, pertama kali yang dirasakan adalah suatu kesedihan, rasa penyesalan yang dalam, dan tidak bisa menerima kenyataan yang harus dijalaninya pada saat itu.
Begitupun ketika jiwa manusia itu berubah wujud menjadi hewan atau tumbuhan, walaupun tidak berada di lingkungan orang-orang yang dikenalnya, tetap menjadi sebuah penderitaan tersendiri yang harus dilalui tanpa dirinya mengetahui kapan semua itu akan berakhir. Karena jiwa manusia itu masih dapat merasakan, maka apapun yang terjadi pada tubuh fisiknya saat itu benar-benar dapat dirasakannya secara nyata.
Bila jiwa manusia itu berada di dalam tubuh fisik hewan dan kemudian merasakan suatu pukulan ataupun rasa sakit lainnya, maka jiwa manusia itupun akan merasakannya.
Begitupun dengan manusia yang berada di dalam tumbuhan, dirinya akan merasakan ketika tumbuhan itu ditebang atau disakiti. Jadi, dalam kondisi apapun, jiwa manusia itu tetap merasakan kepedihan, kesendirian, dan rasa sakit yang kerap kali dirasakannya.
Belum lagi ketika jiwa manusia itu memasuki tubuh hewan yang ternyata adalah hewan yang biasa menjadi konsumsi manusia, berarti dirinya harus merasakan rasa sakit ketika disembelih. Dan ketika hewan maupun tumbuhan itu mati, maka lepas pulalah jiwa manusia yang berada didalamnya, maka selanjutnya akan kemanakah jiwa manusia itu, apakah akan memasuki tubuh hewan atau tumbuhan berikutnya, ataukah ketempat lainnya, akan tetap menjadi sesuatu yang berupa penderitaan yang terus-menerus menjadi suatu siklus hingga pada suatu masa nanti, bila dirinya mendapat suatu sentuhan tangan ataupun mukjizat yang dapat mengangkat dirinya dari siklus penderitaan yang terus menerus dialaminya.
Sebagian jiwa manusia yang terpisah dari raganya, ada pula yang mengikuti titik sinar, yang ternyata menuju ke dalam tubuh manusia lainnya, sehingga dirinya pun akan terlahir menjadi bentuk manusia pula. Tetapi keberadaanya sebagai manusia itu, sama sekali tidak membawa kebahagiaan atau kebaikan bagi dirinya. Bahkan ada sebagian lainnya yang baru menghirup udara dunia, harus kembali terpisah dari jasadnya, dikarenakan telah mengalami kematian ditangan orang tuanya sendiri.
Sebagian jiwa manusia yang terlahir dalam bentuk manusia pula, ketika dilahirkan ternyata secara fisik mengalami berbagai ketidaksempurnaan, bahkan tidak sedikit pula yang perwujudannya seorang manusia, tetapi tidak layak dianggap sebagai manusia, karena terdapatnya keanehan ataupun kekurangan yang menunjukan akan hal itu.
Keanehan atau kekurangan akan terlihat jelas secara fisik dan membuatnya berbeda dari manusia lainnya pada umumnya.
Fenomena keberadaan anak manusia yang terlahir dengan segala kekurangan atau ketidaksempurnaan yang mengerikan, banyak terlihat dan ditunjukan dari dulu hingga saat ini. Seharusnya hal itu menjadi sebuah bahan untuk merenung bagi manusia lainnya, agar dapat mengambil hikmah dan pelajaran tersendiri akan Kuasa dan Kebesaran Yang Maha Kuasa untuk dapat meraih kebenaran dan kemuliaan di dalam kehidupannya nanti.
Dapat dibayangkan bagaimana rasa sakit yang harus dirasakan dengan segala kekurangan dan keanehan jiwa manusia di dalam tubuh fisiknya. Rasa sakit itu bukan hanya dirasakan secara fisik, tetapi secara batin pula, karena adanya pandangan dari manusia-manusia lain disekitarnya dan ketidakpastian bagaimana melangkah dan menjalani hari-hari dalam kehidupan seterusnya.
Begitulah keadaan jiwa manusia yang walaupun telah mengalami perpindahan waktu dan perwujudannya, tetapi tetap tidak terlepas dari penderitaan yang mewakili kesengsaraan di dalam neraka.
2. Neraka Yang Dilalui Secara Langsung Tanpa Perpindahan Dimensi Waktu dan Perwujudan
Jiwa manusia yang telah terlepas dari raga dan komponen lainnya, maka jiwa manusia itu akan langsung dihadapkan pada suatu kondisi yang berbeda-beda, yang merupakan pengejawantahan dari neraka itu sendiri.
Neraka yang harus dilalui jiwa manusia dalam kondisi ini terbagi menjadi beberapa hal, antara lain :
a.Neraka yang harus dirasakan disatu tempat tertentu yang dikenalnya.
Jiwa seorang manusia setelah terlepas dari jasad dan komponen lainnya, maka tetap akan melewati suatu fase ketakutan dan kebingungan akan arah dan tujuan yang harus dilalui berikutnya, termasuk apa yang harus dilakukan dalam kondisi kehidupannya saat itu.
Jiwa manusia pada awalnya akan berada disebuah tempat yang dikenalnya, atau bisa berupa tempat tinggalnya sewaktu masih berada di dunia. Sebagian jiwa manusia akan tertarik untuk meninggalkan tempat tinggal yang dikenalnya itu dan kemudian menuju ke suatu tempat lainnya yang akan dijelaskan kemudian dan ada pula yang tetap tertahan untuk berada ditempat tinggal yang dikenalnya itu.
Dalam tingkatan neraka ini, sebenarnya merupakan sebuah bentuk penderitaan yang bisa dikatakan lebih rendah dari pada tingkatan neraka berikutnya. Karena dalam hal ini, jiwa manusia tersebut terhindar dari penderitaan yang akan dialaminya pada neraka-neraka lainnya. Tetapi walaupun jiwa manusia itu berada ditempat tinggal yang dikenalnya dan menempati salah satu bagian dari tempat tinggal itu, serta berada ditengah orang-orang yang dikenalnya semasa hidup, tetapi tetap merupakan penderitaan tersendiri.
Untuk awal-awal keberadaanya di tempat yang dikenalnya itu, mungkin dirinya masih belum menyadari penderitaannya atau masih merasa senang berada di tempat itu, tetapi lambat laun dirinya akan merasakan kesendirian kesunyian, kehampaan, sekaligus ketakutan, karena tidak ada satupun makhluk lainnya yang dapat berkomunikasi dengannya.
Dirinya merasakan kesedihan, karena tidak dapat berbagi dan harus menjadi penonton saja dari segala aktivitas yang berada di tempat tinggal itu. Bahkan dirinya pun harus merasakan kesedihan yang panjang manakala perlahan tetapi pasti dirinya mulai dilupakan dan jarang disebut lagi tentang keberadaannya sewaktu masih berada di dunia.
Apalagi kesedihan dan penyesalan yang dirasakannya manakala melihat orang-orang dekatnya mengalami nasib buruk ataupun salah jalan dalam kehidupannya, sehingga menjadi manusia-manusia yang tidak baik, berperilaku buruk, dan hal-hal tidak baik lainnya, yang harus setiap saat disaksikannya dan terjadi di dalam kehidupan dari orang- orang yang dikenalnya, bahkan disayangnya.
Bila seorang manusia merasa sendirian ditengah orang asing, itu adalah hal yang biasa, tetapi bayangkan bagaimana perasaan yang ada dari seorang jiwa manusia berada ditengah-tengah orang yang dahulu begitu dekat dengan kehidupannya, tetapi merasa asing dan sendirian, serta hal itu harus dilaluinya bertahun-tahun bahkan tanpa batas waktu kapankah semua itu akan berakhir.
b.Neraka yang dirasakan manusia dengan berada didekat jasadnya.
Ketika jiwa manusia terpisah dari jasad dan komponen lainnya, maka ketakutan dan kebingunganlah yang menderanya sehingga tanpa disadarinya karena tidak tahu apa yang harus dilakukan, jiwa manusia itu tidak berani menjauh dari jasadnya dan bahkan sering kali terjadi jiwa manusia itu berusaha masuk kembali kedalam jasadnya.
Bisa saja jiwa manusia itu dapat bersemayam di dalam jasadnya, tetapi karena tiada keberadaan sang hidup di dalam jasad manusia itu, maka sang jasad itupun tetaplah tergeletak kaku tanpa ada darah kehidupan mengalir.
Karena jiwa manusia itu tetap berusaha bertahan di dalam jasadnya, maka ketika jasad itu dibawa ke pemakaman untuk dikuburkan, jiwa manusia itupun ikut di dalamnya. Dapat dipastikan karena jiwa manusia itu terus berada di dalam jasadnya, maka lambat laun, karena waktu dan kondisi, maka jasadnya itu perlahan tetapi pasti akan mengalami kerusakan karena proses alamiah.
Jiwa manusia itupun dapat melihat dan seperti merasakan bagaimana sedikit demi sedikit jasadnya akan rusak dimakan atau dihancurkan oleh hewan-hewan yang hidup di dalam tanah. Sedikit demi sedikit menyaksikan dan merasakan sakitnya hingga pada akhirnya semua bagian dari jasad manusia itu habis terurai dan menyatu dengan tanah.
Proses itu tidak terjadi dalam waktu yang sebentar, tetapi memakan waktu cukup lama dan sekian lama itu pulalah jiwa itu merasakan kengerian, sakit, penderitaan, kesendirian, dan hal lainnya, menghadapi kondisi yang harus dirasakannya.
Setelah tubuh atau jasad manusia itu habis dan melebur dengan tanah, maka bukan berarti penderitaannya berakhir sampai disitu, karena selanjutnya jiwa manusia itu akan semakin bingung dan ketakutan, harus kemanakah dirinya menuju dan apa yang harus dilakukannya.
Jiwa manusia itupun akan menjadi jiwa yang tidak menentu langkahnya dan seperti ada sesuatu yang membatasi jiwa manusia itu tidak dapat kembali ketempat tinggalnya dahulu atau bersama dengan orang yang dikenalnya, maka jadilah jiwa-jiwa manusia itu menjadi jiwa-jiwa yang bergentayangan, akan berada di sekitar tempat pemakamannya bersama dengan jiwa-jiwa lainnya.
c.Neraka yang dirasakan oleh jiwa manusia di dalam suatu tempat yang telah ada sebelumnya.
Jiwa manusia yang telah terpisah dari jasad dan komponen lainnya, maka di dalam ketakutan dan kebingungannya, khususnya bagi mereka yang tidak bisa menemukan jalan kembali ke alam cahaya, maka bisa jadi akan bermunculan sosok-sosok yang menawarkan untuk mengikutinya. Atau bisa jadi sebagian dari jiwa manusia itu tiba-tiba saja sudah berada di suatu tempat, yang merupakan neraka, yang telah ada sebelumnya.
Bentuk kehidupan di dalam neraka ini adalah merupakan suatu kondisi yang telah dipersiapkan bagi jiwa-jiwa manusia yang termasuk dalam kategori tertentu, yang penilaiannya diberikan oleh Yang Maha Kuasa, apakah manusia tersebut termasuk ke dalam golongan yang menolak tentang kebenaran yang di depan mata, munafik terhadap kebenaran yang didapatnya, atau bahkan diam saja ketika kebenaran itu memberikan kesempatan untuk meraihnya kepada jalan keselamatan.
Bentuk-bentuk kehidupan di dalam neraka ini terdapat berbagai rupa dan kondisi yang berbeda-beda dengan jenis yang banyak ragamnya.
Penjelasan maupun contoh dari bentuk penderitaan atau siksaan di dalam neraka ini akan dijelaskan kemudian, bisa merupakan bagian tersendiri atau dimasukkan ke dalamnya.
d.Neraka yang dirasakan jiwa manusia berada di alam makhluk halus.
Jiwa manusia yang telah terpisah dari jasad dan komponennya, akan menuju ke sebuah tempat yang sesuai dengan apa yang telah diperbuatnya di dalam kehidupannya di dunia.
Terdapat manusia-manusia tertentu yang semasa hidupnya telah melakukan sesuatu hal yang dilarang oleh Yang Maha Kuasa, sebab hal itu berarti menyekutukan akan Kebesaran dan Kekuasaan dari Sang Pencipta. Selain itu, bayaran yang harus diterimanya pun sangatlah mahal, karena dirinya akan menjadi budak dari para makhluk yang dipujanya semasa hidup.
Mereka menjual kebebasan hidup yang diberikan oleh Yang Maha Kuasa dengan sebuah kebahagiaan semu, kemuliaan, kekayaan dan nama baik yang harus ditebus dengan mahal dan dilalui di dalam alam penderitaan yang kekal.
Seorang manusia yang silau oleh duniawi dan diperbudak oleh nafsu yang tidak terkendali, sehingga mengambil berbagai cara dan jalan pintas untuk meraihnya tanpa harus bekerja keras atau berikhtiar dengan sungguh-sungguh. Mereka itu termasuk ke dalam golongan jiwa yang akan merasakan penyesalan tiada tara, tetapi sudah terlambat dan tidak berarti apapun.
Tidak ada satu tanganpun yang dapat menolong atau menariknya keluar dari neraka tempatnya berada, karena memang sudah merupakan hasil perjanjian dirinya dengan para makhluk-makhluk yang menjanjikan kebahagiaan semu.
Yang Maha Kuasa telah memberikan akal pikir dan nurani bagi manusia untuk mempergunakannya dengan sebaik- baiknya dalam mencari kebahagiaan hidup sejati, tetapi apabila semua itu telah diberikan dengan berbagai petunjuk, anugerah, dan karunia yang tiada henti, tetapi ternyata manusia itu telah melenceng dan tetap menjauhi jalan kebenaran, maka sudah begitulah jatah ataupun porsi yang harus diterimanya sebagai konsekuensi dari apa yang dilakukannya. Di alam kehidupan makhluk halus ini, para jiwa manusia itu akan mengalami penderitaan luar biasa karena akan diperbudak untuk melakukan sesuatu yang penuh penderitaan dan kesengsaraan, dan dengan batas waktu yang tidak dapat ditentukan, bahkan bisa jadi untuk selamanya.
Para jiwa manusia yang berada dialam ini, terbagi menjadi dua, yaitu mereka yang masuk dan harus mengalami penderitaan ini dikarenakan perjanjiannya sendiri dengan para makhluk halus itu ataupun mereka yang sebenarnya merupakan jiwa manusia yang tidak tahu menahu, tetapi dijadikan pengganti ataupun tumbal bagi manusia lainnya yang telah mengadakan perjanjian dengan para makhluk halus.
Biasanya justru para manusia yang semasa hidupnya adalah orang-orang terdekatnya yang sering kali dikorbankan untuk perjanjian tertentu, untuk para makhluk halus itu.
Dan sebagian tetap ada yang berupa orang-orang yang dikenalnya walaupun bukan dari garis keluarga.
Demikianlah penggambaran dan jenis-jenis dari neraka yang akan dirasakan manusia kelak apabila melakukan sesuatu yang menyimpang jauh dari kebenaran atau melakukan persekutuan bukan dengan Yang Maha Kuasa.
Penyesalan selalu datang terlambat, begitupun dengan penyesalan mengenai kehidupan yang harus dilaluinya setelah kematian.
Termasuk ke dalam golongan manusia manakah manusia itu, akan tergantung kepada dirinya, yaitu sudahkah dirinya menggunakan akal pikir dan nuraninya untuk mencari kebenaran itu, seberapa keras usaha dan perjuangannya untuk mencapai kebenaran, guna meraih kemuliaan dan kebahagiaan hidup dunia akhirat, dan apakah dirinya telah menyia-nyiakan sebuah petunjuk kebenaran yang telah ada di depan mata. Karena kerugian-kerugian akan jauh lebih besar bagi mereka yang telah mengetahui kebenaran di depan mata, tetapi seperti membutakan mata, hati, dan telinga. Pikiran mereka bahkan menerimanya hanya dengan bibir saja, tetapi tanpa tindakan pengabdian yang nyata sebagai perwujudan rasa syukur yang tiada terhingga atas karunia dan petunjuk kebenaran yang menyentuhnya.
Wahai para manusia, apakah kamu mengetahui kapankah waktu kehidupanmu akan berakhir, sudah pastikah jalan menuju alam cahaya yang akan kamu dapatkan? Sudahkah kamu mensyukuri segala karunia, nikmat, anugerah, petunjuk, dan hal lainnya yang begitu banyak diberikan oleh Tuhan Yang Maha Kuasa kepadamu, apakah semua perwujudan rasa syukurmu itu telah kamu nyatakan dalam sebuah tindakan, apakah hanya berupa rasa syukur semu yang terucap dibibir tanpa makna, karena seseorang yang seperti itu tidak lain adalah seorang yang munafik dan itu tetap merupakan jiwa manusia yang akan mendapatkan neraka tersendiri di alam kehidupannya setelah kematiannya kelak.
Temukanlah kebenaran itu dengan tekad dan kesungguhan yang tiada tara dan begitu kebenaran itu kau raih, genggamlah dengan segala tekad yang bulat kepasrahan yang mendalam dan perjuangan yang gigih untuk terus merengkuhnya, sebab sekali kebenaran itu terlepas dari dirimu, belum tentu kamu dapat mendapatkannya kembali.
Ingatlah para manusia, dirimu tiada kekal di dunia. Berusahalah dengan setekun-tekunnya hingga mencapai suatu kebenaran sejati, yang akan disampaikan oleh seseorang yang telah ditunjuk dan diberi kemampuan oleh Tuhan Yang Maha Kuasa. Jangan pernah berhenti hingga dirimu bertemu dengan seorang Manusia Mulia yang akan menyampaikannya dan menuntun dirimu secara langsung.
Berusahalah dan berjuanglah terus hingga sampai akhir dimana kau meraih cahaya di dalam dirimu.
Gunakanlah nurani untuk dapat sampai dan bertemu dengan Manusia Mulia itu. Bukan manusia yang menggunakan topeng dan mencari imbalan atas apa yang disampaikan. Bukan pula manusia yang bermanis rupa dan kata, tetapi sebenarnya mengharapkan sebuah materi dari manusia lainnya. Karena manusia mulia tidak pernah membutuhkan apapun dari manusia lainnya, karena segala sesuatu yang dibutuhkan, telah dicukupkan dan diberikan limpahan langsung oleh Yang Maha Kuasa.
Jangan menyia-nyiakan waktu dan hidupmu, yang kamu sendiri tidak ketahui kapankah akan berakhir. Teruslah berusaha dan berusaha, untuk meraih kebenaran dari seseorang yang benar-benar menyampaikan dengan ketulusan dan kasih sayang kepadamu untuk menyelamatkanmu, bukan melihat seberapa nilai yang diberikan olehmu.
Ingatlah manusia akan hal itu, jangan sampai ketika waktumu tiba, dirimu belum mempunyai persiapan dan pengetahuan agar dapat kembali dan menyatu di alam cahaya, jangan sampai dirimu merasakan kobaran penderitaan dari neraka yang tiada pernah mengenal batas waktu yang pasti, karena semua itu bisa jadi dirasakan olehmu untuk selamanya.
Itulah pengetahuan tentang neraka, contoh-contoh dari penderitaan dan siksaan bagi mereka didalamnya akan diberikan kemudian.
Selamat berjuang kembali dan semoga langkahmu selalu dituntun oleh Yang Maha Kuasa dan dirimu semakin dikuatkan oleh segala ujian dan cobaan yang menanti.
Salam kasih sayang dari para Orang Tuamu yang disampaikan kepadaku.
Salam.
( Senin, 19 September 2005. Dari jam 18.00- 20.30.
Membaca lembaran-lembaran di alam ketuhanan.
Wasalam. )
Jumat, 09 Desember 2016
Langkah Kebenaran Menuju Alam Cahaya Tertinggi
LANGKAH KEBENARAN
MENUJU ALAM CAHAYA TERTINGGI
PENDAHULUAN
Tuhan
Yang Mahakuasa menciptakan seluruh makhluk-Nya, khususnya manusia, diberikan akal pikir dan nurani. Dimana kedua hal itu seharusnya dapat dipergunakan untuk
menuntun dirinya sendiri dalam menapaki langkah-langkah menuju Jalan Kebenaran,
sehingga mencapai Kemuliaan Yang Sempurna di dalam hidup.
Akal
pikir dan nurani dapat membantu manusia itu mencapai kehidupan yang lebih baik,
bukan saja di dunia, tetapi juga di akhirat. Permasalahan yang ada, bahwa
apabila hanya mengandalkan diri sendiri, sebagian besar manusia tidak bisa
memaksimalkan akal pikir, apalagi dapat menghidupkan hati nurani. Tetap
diperlukan salah seorang manusia yang telah diberikan kemampuan, untuk
membimbing manusia lainnya menemukan Langkah Kebenaran.
Menemukan
seorang manusia yang telah ditunjuk langsung oleh Yang Mahakuasa, harus dengan
memiliki tekad dan usaha yang gigih. Menemukan manusia yang menjadi perwakilan
di dunia, tidaklah semudah menemukan seorang manusia yang secara pandangan
manusia biasa dianggap memiliki kemampuan, tetapi sebenarnya adalah semu dan
sebuah bulatan besar tanpa isi.
Manusia-manusia yang tampil saat ini, karena merekalah yang mengangkat diri
sendiri, begitu banyak dan mudah ditemukan, karena mereka tersebar dan berlomba
mendapatkan manusia lainnya, dengan segala kemanisan rupa dan tutur kata yang
dipoles dengan kepalsuan sempurna.
Menemukan manusia yang mampu membimbing dan menghantarkannya melalui
Langkah Kebenaran itu, memerlukan usaha keras dan tekad yang membara dan tidak
semua manusia akan mendapatkan karunia itu hingga bisa menemuinya. Karena
apabila seorang manusia dapat bertemu dengan Manusia Terpilih itu, maka itu
sama artinya telah menemukan sebuah kesempatan dan anugerah besar bagi diri
manusia itu, yang akan menghantarkannya dalam Langkah-langkah Kebenaran, hingga
dirinya bisa mencapai Alam Cahaya Yang Tertinggi.
Langkah Kebenaran yang bisa saja merupakan kesempatan sekali yang akan
datang dalam hidupmu dan tidak akan kamu dapatkan kembali. Hanya
manusia-manusia yang memiliki kesungguhan, tekad dan keyakinan, yang
benar-benar datang dari dalam diri, yang akan bisa menemukan Manusia Terpilih
itu, yang akan menghantarkanmu mencapai kemuliaan dan kesempurnaan hidup.
Hanya Manusia Terpilih yang berhak menentukan apakah manusia lainnya bisa
mendapatkan bimbingan, arahan dan tuntunan dalam panduan langkah ini atau
tidak. Karena melihat dan menilai secara langsung kepada individu yang ada
tersebut.
Jadi,
hanya manusia yang telah memohon dengan kesungguhan kepada Yang Mahakuasa dan
menampilkan kesungguhan dan tekad kepada Manusia Terpilih itu, yang akan
mendapatkan bimbingan menuju Langkah Kebenaran secara sempurna, hingga
benar-benar bisa mencapai Alam Cahaya Yang Tertinggi.
BAB I
PENGENALAN TENTANG INDIVIDU MANUSIA
Manusia merupakan salah satu makhluk hidup dari begitu banyak makhluk ciptaan dari Yang
Mahakuasa. Secara fisik, apa yang terdapat pada manusia, hampir sama dengan
yang terdapat pada makhluk lainnya, walaupun ada beberapa hal yang berbeda.
Sejak pertama kali keberadaan manusia yang hidup di
dunia, terus mengalami perkembangan hingga saat ini. Sejak pertama kali
keberadaan manusia itu pula, sebenarnya Yang Mahakuasa telah memberikan
bimbingan dan arahan tertentu, tentang apa yang harus diraih dan dilakukan
dalam hidupnya.
Manusia
diberikan akal pikir, agar secara
fisik dapat belajar dan memperoleh pengetahuan dari alam, lingkungan dan
manusia lainnya, dalam rangka mencapai keberhasilan hidup di dunia.
Yang
Mahakuasa pun memberikan nurani,
agar manusia itu dapat memperoleh pula pengetahuan untuk kehidupannya di
akhirat.
Apabila
seorang manusia dapat menggabungkan ke-mampuan fisik berupa akal pikir, dengan
batin berupa nurani, maka dirinya akan tampil menjadi manusia sempurna yang
akan memperoleh keberhasilan dan kemuliaan hidup, dunia akhirat. Tetapi,
fenomena yang terjadi adalah, jangankan untuk mencapai kesempurnaan dunia
akhirat, untuk mencapai kemuliaan di dunia saja, manusia itu tidak mampu. Akal
pikir mereka dimatisurikan oleh nafsu yang berlebihan dan keinginan
yang tidak terkontrol terhadap sesuatu yang sebenarnya di luar kemampuan
mereka.
Tuhan Yang Mahakuasa tidak pernah pilih kasih dalam
memberikan rezeki dan nikmat kepada setiap makhluk-Nya. Kalaupun kenyataan yang ada memperlihatkan,
ada sebagian manusia yang berhasil dan ada yang tidak, itu pun merupakan bukti
dari adanya keadilan dan keseimbangan dari Yang Mahakuasa. Karena, apabila
ditarik sebuah benang merah antara kehidupan manusia saat itu dengan kehidupan
sebelumnya, maka akan ditemukan sebuah pengetahuan mengenai alasan dan penyebab
keberadaan mereka saat ini.
Bila
Yang Mahakuasa menghendaki, bahwa semua manusia akan berhasil, kaya raya, maka
hal itu adalah merupakan hal yang mudah. Tetapi, apabila kehidupan di dunia, semua
manusia sempurna dan tanpa kekurangan, justru akan menyebabkan kesengsaraan
pula bagi manusia-manusia itu, karena tidak berfungsinya hukum keseimbangan dan
keadilan yang semestinya ada.
Sebagai
permisalan, apabila seorang manusia memiliki harta kekayaan melimpah, maka
tidak ada satu manusia pun yang hendak bersusah payah menyiapkan pangan,
merawat ternak, bekerja dan melakukan kegiatan apa pun, yang lambat laun justru
akan menyebabkan musnahnya manusia dari dunia.
Manusia
memerlukan pemenuhan terhadap kebutuhan hidupnya yang berupa pangan, sandang
dan tempat tinggal. Yang untuk mendapatkannya, memerlukan bantuan dari manusia
lain.
Semua
manusia bisa saja menjadi kaya, memiliki harta melimpah, tetapi apa gunanya
bila tidak ada sesuatu yang didapatkannya untuk makan, minum ataupun memenuhi
kebutuhan lainnya. Yang terjadi kemudian, justru penderitaan dan kesengsaraan
bagi semua manusia itu. Disanalah terlihat betapa peran penting dari hukum
keseimbangan dan keadilan, harus tetap
berjalan.
Seorang
manusia yang memiliki akal pikir, seharusnya dapat memahami akan pentingnya
hukum keseimbangan itu, sehingga masing-masing dapat memainkan peranan di dunia
sebaik mungkin. Karena mereka akan menyadari, bahwa antara manusia yang satu
dengan manusia lainnya saling membutuhkan, siapa pun dirinya, tanpa terkecuali.
Demikian
pula yang terjadi dalam kehidupan batin seorang manusia. Jika Yang Mahakuasa
menghendaki, maka berimanlah semua manusia itu, tanpa terkecuali. Dan itu akan
terjadi dalam waktu sekejap saja, karena tiada yang mustahil bagi Pemilik Alam
Semesta. Tetapi, manusia yang terjadi pada saat ini, tergolong ke dalam
beberapa bagian kepercayaan yang membedakan manusia yang satu dengan yang
lainnya.
Golongan-golongan
yang disebut sebagai agama tertentu. Istilah atau sebutan yang berbeda, yang
ada dalam setiap agama, sebenarnya merupakan sesuatu yang bersifat fisik saja
dan bukan merupakan suatu barometer bagi kesempurnaan manusia di dalamnya.
Agama dapat diartikan sebagai suatu wadah yang
diharapkan mempertemukan dan menyatukan manusia-manusia dalam rangka mencapai
kehidupan di akhirat dengan baik.
Melalui
agama yang dijalankan dengan bimbingan sempurna, sebenarnya dapat meraih
kehidupan dunia dan akhirat sekaligus. Kehidupan dunia yang didapat dari semua
agama adalah, bagaimana bersikap kasih, berbuat baik, saling menghormati dan
mematuhi peraturan tertentu sebagai aturan main dalam kehidupan dunia. Apabila
dalam agama-agama tersebut terdapat seorang manusia yang benar-benar mampu membimbing
manusia lainnya mencapai kehidupan bertuhan yang benar, maka dapat
menghantarkan manusia-manusia itu untuk mendapatkan tempat yang baik di akhirat
kelak.
Apabila
manusia telah mampu memiliki pengetahuan tentang pengetahuan bertuhan yang
benar, maka yang diharapkan adalah mereka jadi saling memahami, bahwa tujuan
yang dicapai adalah sama, hanya berbeda dari arah jalan yang hendak dituju dan
fasilitas yang dipergunakan. Tetapi sayangnya, kehidupan bertuhan yang
seharusnya didapatkan dalam semua agama, justru mengaburkan tentang konsep kebenaran
bertuhan dan membuat manusia-manusia yang terbagi dalam agama-agama itu, justru
menyibukkan diri untuk membangun pagar-pagar yang memisahkan mereka, satu
dengan yang lainnya.
Pagar-pagar
pemisah yang dibangun mengelilingi
bangunan keangkuhan yang digerakan dan dihembuskan kencang-kencang oleh
salah satu dari setiap agama itu, yang justru berasal dari salah seorang
manusia yang dianggap menguasai dan memiliki pengetahuan bertuhan yang
tertinggi. Ditambahkan dengan motivasi
dan kepentingan pribadi yang selalu berhitung dan mengukur dengan nilai
tertentu, semakin menjadikan agama-agama itu sebagai bangunan yang justru
menjauhkan dari tujuan semula dan menjadikannya tempat sempurna yang berisi
kepalsuan.
Keadaan
seperti itu terus menerus berkembang kepada manusia, turun-menurun. Semakin
lama, semua manusia semakin terhanyut oleh arus ketidakpastian dan kesalahan
yang diagungkan.
Hilanglah
sudah konsep kehidupan bertuhan yang sebenarnya. Yang terjadi adalah permunculan
dari bangunan-bangunan megah dan imitasi, yang dibangun di atas pondasi pamrih
tertentu, menggunakan dinding-dinding keangkuhan, tiang-tiang kepalsuan, dengan
beratapkan doktrinasi tentang kebenaran yang dimiliki sendiri.
Dipoles
dengan kebutaan dan ketulian terhadap kebenaran itu sendiri. Kemudian
ditambahkan dengan tanaman-tanaman yang menghasilkan buah yang pahit dan tidak
bisa dirasakan oleh manusia lainnya. Ada pula tanaman lainnya yang menghasilkan
buah yang manis, tetapi memabukan dan penuh dengan duri.
Bangunan
kepalsuan itu pun, disempurnakan oleh pagar-pagar kedengkian, merasa yang
paling benar. Pagar kedengkian yang menjulang tinggi itu, masih ditambahkan
pula dengan kawat-kawat kemunafikan yang berduri.
Itu
merupakan sebagian gambaran yang bila manusia
jujur terhadap dirinya sendiri, disadari atau tidak, baik yang terlihat
ataupun tersembunyi, seperti itulah kenyataannya.
Hal ini
bukanlah menggambarkan, bahwa semua agama tidak baik. Pada dasarnya,
agama-agama itu dibuat oleh seorang manusia yang memang diutus oleh Yang
Mahakuasa. Pada awalnya, para Utusan itu menghadirkan konsep yang sempurna
tentang kehidupan bertuhan. Mereka pun menanamkan kebaikan kepada manusia di
dalamnya, tanpa memikirkan suatu kepentingan terhadap diri mereka sendiri.
Tetapi setelah semua Utusan itu telah tiada, maka manusia-manusia yang muncul
ke permukaan, yang memproklamirkan diri sebagai pusat pengetahuan dari
masing-masing agama, memasukan konsep yang salah. Ditambah dengan memberikan
doktrinasi yang menjauhkan manusia dari kedamaian dan kerukunan secara fisik.
Seorang
pemuka agama atau apa pun sebutannya, yang sama sekali tidak memiliki keinginan
dari dalam diri untuk membimbing dan menyelamatkan manusia-manusia lainnya
dengan kesungguhan hati. Mereka tidak berjuang dengan sepenuh hati, bagaimana
nasib manusia-manusia ditangannya, baik dalam kehidupan dunia, apalagi akhirat.
Mereka
memang membicarakan sesuatu hal yang terlihat baik dan menyenangkan. Dan mereka
pun selalu mengulang hal yang sama, setiap kali mereka bicara. Mereka tidak
bisa memperjuangkan agar manusia-manusia lain di dalam golongannya, benar-benar
bisa mendapatkan kebaikan hidup dunia akhirat, dikarenakan mereka sendiri
melakukan semua upaya kebaikan itu demi nilai tertentu.
Mereka
sibuk mengejar target, berlomba mempermanis kata, pada akhirnya untuk
kepentingan mereka sendiri. Mereka tidak memahami, betapa kedahagaan
manusia-manusia pada umumnya akan suatu kebenaran dan kedamaian dengan manusia
lainnya, dari mana pun mereka berasal.
Mereka semua mengatakan, bahwa Tuhan Yang Mahakuasa
itu hanya Satu. Tetapi mereka mempersalahkan cara dan langkah yang ditempuh
oleh golongan lainnya.
Kedua hal itu merupakan dua pendapat yang berseberangan dan
tidak membersitkan suatu kebenaran yang pasti. Apabila setiap agama mengakui,
bahwa Tuhan Yang Mahakuasa itu adalah satu, maka seharusnya mereka menyadari,
bahwa kebenaran yang ada itu pun bersumber kepada satu Tuhan.
Seperti halnya keberadaan Tuhan Yang Mahakuasa yang pasti
ada-Nya, maka begitu pun dengan Kebenaran Sesungguhnya. Karena kebenaran yang
berasal dari Tuhan Yang Mahakuasa, akan mampu menyentuh dan merengkuh semua
manusia dengan hakikatnya sebagai manusia, bukan berdasarkan golongan, tempat mereka berada.
Tuhan
Yang Mahakuasa hanyalah satu. Tetapi hendak-nya diingat, bahwa Utusan dari Yang
Mahakuasa itu, tidaklah satu. Para Utusan-utusan dari Yang Mahakuasa itu diberikan
mandat dan kemampuan untuk membimbing manusia-manusia yang berbeda. Baik dari
latar belakang, kondisi kehidupan dan faktor-faktor lainnya, yang tentunya akan
memerlukan suatu cara atau ketentuan yang berbeda pula, yang disesuaikan dengan
manusia-manusia yang akan dibimbingnya.
Hal itulah yang menyebabkan, mengapa tata cara, peraturan
dari masing-masing agama terlihat berbeda. Karena apa yang didapatkan dari
masing-masing agama itu, berasal dari Utusan yang berbeda, yang diberikan tugas
untuk menyampaikan kebenaran dengan metode yang bisa jadi berbeda.
Metode adalah merupakan bagian dari suatu proses. Jadi
sangat wajar apabila terjadi perbedaan dalam proses itu, karena yang terpenting
adalah hasil akhir yang hendak dicapai dan menjadi tujuan dari proses tersebut
dilakukan.
Bila seorang manusia mengesampingkan ego dan keterbatasan
fisik sebagai manusianya, kemudian bertanya ke dalam diri, pastilah akan
membenarkan dan memahami, mengapa terjadi perbedaan cara yang dilakukan dalam
masing-masing agama.
Manusia sebagai makhluk individual, terbagi menjadi dua,
yaitu; terdiri dari tubuh fisik dan non fisik. Secara fisik, tubuh
manusia terdiri dari :
Ø
Bulu,
Ø
Kulit,
Ø
Daging,
Ø
Otot,
Ø
Tulang,
Ø
Sumsum,
Ø
Syaraf,
Ø
Darah.
Apa pun organ tubuh manusia yang ada secara fisik
pada bagian luar dan dalam, maka sebenarnya merupakan perpaduan dari
komponen-komponen di atas. Satu atau lebih komponen di atas, dapat berpadu
membentuk suatu organ tubuh
tertentu. Secara non fisik, tubuh manusia terdiri dari;
Ø
Pikiran,
Ø
Keinginan,
Ø
Nafsu,
Ø
Keyakinan,
Ø
Jiwa,
Ø
Rasa,
Ø
Cahaya,
Ø
Hati
Nurani.
Kemudian,
organ-organ dan bagian tubuh yang ada akan saling berkoordinasi untuk
menjalankan fungsi tubuh tertentu. Apabila koordinasi dari organ-organ tubuh
yang ada tidak berjalan baik, maka manusia itu tidak akan dapat beraktivitas
dengan sempurna.
Dengan
adanya koordinasi tubuh yang baik itu, maka manusia dapat beraktivitas
sehari-hari untuk mencapai tujuan hidupnya. Bagi manusia, dapat mencapai apa
yang menjadi tujuan hidupnya, berarti merupakan suatu barometer penilaian bagi
keberhasilan dirinya dalam kehidupan di dunia. Oleh karena itu, seorang manusia
harus selalu menjaga dan mempertahankan kestabilan dari koordinasi tubuhnya
dengan melakukan upaya secara lahir dan batin.
Selama
ini, manusia menjaga semua itu dengan melakukan secara fisik, antara lain:
makan makanan yang sehat, berolah raga ataupun hal lainnya, yang umumnya
diketahui manusia.
Sangat penting sekali bagi setiap manusia, untuk
selalu beraktivitas di dalam hidupnya, demi untuk mencapai pemenuhan kebutuhan
hidup, juga untuk mendapatkan kebahagiaan secara fisik lainnya.
Selama
ini manusia menjaga apa yang telah didapatkannya hanya secara fisik. Tidak
semua menyadari, bahwa apa yang terjadi pada fisiknya, dapat dipengaruhi pula
oleh apa yang dilakukannya secara batin. Setiap manusia mengindikasikan, bahwa
usaha yang dilakukan secara batin adalah berdo’a. Dengan berdo’a mereka
mengharapkan, bahwa apa yang menjadi keinginan dan tujuan dalam hidupnya bisa
didapatkan.
Hal itu
memang benar, bahwa sebagai seorang manusia, untuk mendapatkan segala sesuatu,
selain bekerja keras dan melakukan usaha secara maksimal, juga diperlukan
kepasrahan dan menyampaikan permohonan itu kepada Yang Mahakuasa.
Berdo’a
memang merupakan suatu bentuk komunikasi antara diri dengan Yang Mahakuasa.
Tetapi selama ini, pengetahuan dan pemahaman manusia mengenai hubungan antara
diri dengan Yang Mahakuasa, masihlah terbatas dan bahkan sebagian tidak
memahami apa maknanya. Apabila seorang manusia tidak memahami makna dari
berdo’a itu, maka bagaimana bisa dirinya mengetahui, bahwa do’a tersebut telah
sampai dan dikabulkan oleh Yang Mahakuasa.
Bagaimana sebuah keinginan
yang diwujudkan dalam do’a bisa terwujud, sangat dipengaruhi oleh cara yang
dilakukan dalam berdo’a tersebut. Dapat diibaratkan, seorang manusia hendak
mengirim surat yang berisi permintaan tertentu kepada seorang manusia lainnya,
tanpa mengetahui apa yang hendak ditulis, bagaimana cara menulisnya, siapa yang
menjadi tujuan surat tersebut dan dimana keberadaan orang itu, serta
bagaimanakah mengetahui apakah surat itu telah sampai dan mendapatkan
balasannya.
Apabila seorang manusia tidak
mampu memberi jawaban atas semua pertanyaan itu ketika dirinya sedang berdo’a,
maka dapat dipastikan, bahwa dirinya tidak akan memperoleh kepastian tentang
terwujudnya sesuatu yang menjadi keinginannya.
Berdo’a itu pun memiliki cara dan
teknik tersendiri yang bisa menghantarkan langsung kepada Yang Mahakuasa. Kalaupun selama ini seorang manusia
berpikir, bahwa telah menerima suatu karunia atau nikmat tertentu, hal itu
adalah merupakan suatu bentuk anugerah yang bersifat umum, yang diberikan oleh
Yang Mahakuasa kepada seluruh manusia. Tetapi ada hal-hal khusus ataupun
permintaan tertentu, yang hanya dengan kehendak Yang Mahakuasa langsung kepada
diri manusia itu, baru dapat terwujud.
Pengetahuan mengenai cara
menyampaikan do’a itu langsung kepada Yang Mahakuasa pun, masihlah sangat terbatas
manusia yang mampu melakukannya. Kemampuan itu pun, bukanlah merupakan
kemampuan umum yang dimiliki oleh semua manusia. Karena seorang manusia yang
mampu membimbing dan mengarahkan manusia lainnya di dalam menyampaikan
permohonannya kepada Yang Mahakuasa, maka sesungguhnya, pada saat itu, manusia
yang membimbing, telah membuka jalur hubungan langsung antara manusia yang
berdo’a itu, dengan Yang Mahakuasa.
Dengan dibukanya jalur yang
menghubungkan langsung antara manusia itu dengan Yang Mahakuasa, maka semakin
memperbesar peluang do’a itu tersampaikan dan akan diwujudkan oleh Yang
Mahakuasa.
Saat ini bertanyalah kepada
dirimu dan jawablah dengan jujur, apakah
telah ada salah seorang diantaramu yang dianggap sebagai manusia yang memiliki
pengetahuan dan kemampuan lebih, telah dapat membimbingmu, mengarah-kanmu dan
menghubungkanmu langsung dengan Yang Mahakuasa? Jawablah dengan kejujuran
dari dirimu terdalam, bukan dengan jawaban secara fisik.
Seseorang yang memiliki kemampuan
menghubungkan antara manusia yang satu dengan Tuhan Yang Mahakuasa, merupakan
manusia tertentu yang telah secara langsung mendapatkan izin dan petunjuk dari
Yang Mahakuasa, sehingga memperoleh kemampuan tersebut. Karena kemampuan
yang dimiliki oleh manusia itu adalah kemampuan dari Yang Mahakuasa, maka
membukakan jalur hubungan antara manusia dengan Tuhannya, bukanlah merupakan
suatu hal yang mustahil, tetapi merupakan suatu kepastian dan kebenaran langsung
dari Yang Mahakuasa.
Apabila seorang manusia belum
dapat menjawab semua pertanyaan itu dan tidak menemukan sosok manusia dengan
kemampuan seperti itu, maka segeralah bermohon kepada Yang Mahakuasa untuk
mendapatkan petunjuk tentang berdo’a yang benar, ataupun diberikan petunjuk
yang dapat menghantarkan diri manusia itu bertemu dengan manusia yang diberikan
petunjuk dan dipilih untuk melaksanakan ketentuan itu.
Penjelasan di atas memberikan
pemahaman, bahwa untuk mendapatkan segala sesuatu yang bersifat fisik, tidaklah
cukup dilakukan secara fisik pula, tetapi sangat dipengaruhi oleh kehendak Yang
Mahakuasa dalam mendapatkan tujuannya itu. Dan kemampuan untuk berhubungan
dengan Yang Mahakuasa itu pun, tidaklah bisa dimiliki oleh semua manusia,
walaupun terlihat, sepertinya manusia itu memiliki pengetahuan yang tinggi,
karena pengetahuan secara fisik tidaklah berarti apa-apa tanpa pengetahuan yang
tak terbatas dari Yang Mahakuasa.
Berdasarkan tujuannya, maka apa
pun aktivitas yang dilakukan manusia di dunia, memiliki hal-hal dibawah ini
yang menjadi tujuan pokok, yaitu hendak mendapatkan:
1. Kemakmuran
dari segi kecukupan materi atau disebut juga sebagai kesejahteraan.
2. Kondisi
tubuh yang prima untuk menunjang aktivitas apa pun, disebut sebagai kesehatan.
3. Ketenangan
akan terhindarnya dari segala sesuatu yang tidak diharapkan, yang dapat
merenggut kebahagiaan ataupun memisahkan diri dari orang-orang di sekitar,
yaitu mendapatkan keselamatan.
4. Setelah
kebahagiaan di dunia, maka siapa pun manusianya, berharap mendapatkan
kebahagiaan pula di akhirat, yaitu mendapatkan surga.
Itulah empat tujuan utama yang
diinginkan oleh semua manusia. Dimana, dalam rangka mencapai itu semua, telah
berbagai usaha dan aktivitas dilakukan oleh semua manusia. Jangankan untuk mendapat perwujudan
keempat tujuan itu, untuk bisa mendapatkan salah satu saja, memerlukan suatu
usaha dan langkah yang benar, karena setiap manusia akan dihadapi oleh ujian
atau permasalahan tersendiri.
Itulah penggolongan tujuan
manusia berdasarkan jenisnya, yang akan dijelaskan lebih lanjut pada bagian
berikutnya.
BAB
II
KEINGINAN DAN HARAPAN MANUSIA
YANG MENJADI
TUJUAN UTAMA
Telah dijelaskan sebelumnya, bahwa dalam
kehidupan di dunia, setiap manusia melakukan beragam aktivitas. Baik yang
bersifat fisik maupun non fisik, dalam upaya terwujudnya segala sesuatu yang
menjadi keinginan dan harapan dirinya.
Setiap manusia memiliki
kepentingan, harapan, yang porsinya bisa saja berbeda antara manusia yang satu
dengan yang lainnya. Keinginan yang ada di dalam diri manusia antara yang satu
dengan yang lainnya, walaupun mengacu kepada satu hal, tetapi dengan nilai yang
berbeda.
Memiliki sesuatu yang berharga bagi satu manusia, bisa
jadi merupakan suatu hal yang biasa saja bagi manusia lainnya. Hal ini
dipengaruhi oleh kondisi fisik manusia itu sendiri, yang menyangkut; latar
belakang kehidupan, tingkat pendidikan, intelektual, kekayaan yang dimiliki,
keadaan fisiknya pada saat itu, ideologi yang dianut dan hal lainnya, yang
membedakan keadaan manusia yang satu dengan yang lainnya.
Walaupun kelihatannya keinginan
antara manusia yang satu dan manusia lainnya berbeda, akan tetapi, bila
dipahami secara mendalam, akan dapat disimpulkan suatu persamaan tujuan, yang
merupakan perwujudan dari semua keinginan manusia, yang sebenarnya hanya
berbeda dari sudut pandang dan penilaian, terhadap apa yang menjadi
keinginannya tersebut.
Berikut ini beberapa contoh
penggambaran dari keinginan manusia yang kelihatannya berbeda, tetapi pada
hakikatnya memiliki tujuan yang sama.
1. Penilaian kesejahteraan dari latar belakang
kehidupan yang berbeda.
Seorang manusia A berkeinginan,
apabila memiliki uang dalam jumlah besar, maka akan dibelikannya rumah sebagai
tempat tinggal ataupun disimpan untuk diambil kelebihan dari nominal yang
disimpannya.
Tetapi manusia B memiliki
keinginan, apabila memiliki sejumlah uang, maka akan dipergunakannya untuk
melakukan usaha tertentu yang bisa melipatgandakan dari jumlah yang ia
pergunakan sebelumnya.
Gambaran di atas, bahwa setiap
manusia memiliki pendapat yang berbeda untuk menilai arti kesejahteraan bagi
dirinya.
2.
Penilaian
kesehatan dari manusia yang memiliki kekayaan berbeda.
Manusia A berkeinginan untuk
mendapatkan kesehatan itu adalah ketika sakit memiliki uang untuk memeriksakan
diri dan dapat mengkonsumsi makanan yang cukup baik setiap hari.
Sedangkan menurut manusia B, penilaian
terhadap kesehatannya adalah dengan melakukan check up secara rutin,
baik dalam kondisi sehat ataupun sakit, serta melakukan seluruh aktivitas yang
menunjang kesehatan itu dan menjauhi segala kemungkinan hal-hal yang dapat
mengganggu kesehatannya.
3. Penilaian-penilaian untuk mencapai
kebahagiaan di akhirat, berdasarkan tingkat intelektual yang berbeda.
Seorang manusia yang memiliki
intelektual standar, akan menjalani kehidupannya dengan standar yang ada dan
melaksanakan kegiatan normatif, baik dalam kehidupan sehari-hari yang
menyangkut kegiatan beribadah ataupun hal lainnya.
Dalam segi ibadah, manusia itu
hanya akan menjalankan sesuai dengan apa yang diketahuinya, tanpa memiliki
suatu keingintahuan dan mencari pembenaran atas apa yang dilakukannya. Karena
selain keterbatasan intelektual itu, juga dikarenakan kurang motivasi dari
dalam dirinya untuk mencari kebenaran itu sendiri.
Sedangkan manusia yang
memiliki intelektual tinggi, akan cenderung bersifat ingin tahu dan mencari
pembuktian atas segala sesuatu yang didapatkannya, termasuk yang berhubungan
dengan kegiatan ibadah.
Walaupun dirinya berasal dari
suatu golongan tertentu, tetapi sewaktu-waktu akan timbul suatu keingintahuan
yang harus terpenuhi, sebagai pemantap dirinya dalam melakukan apa yang
diyakininya selama ini. Mereka yang berintelektual tinggi, akan memiliki sikap
lebih terbuka dalam menerima dan mencerna segala sesuatu dalam rangka mencapai
kebenaran itu.
Setiap manusia akan mendapatkan
segala sesuatu yang diinginkannya, sesuai dengan apa yang telah diusahakannya.
Sebagai contoh, seorang manusia yang bekerja dengan keras untuk mendapatkan
sesuatu, maka akan mendapatkan hasil yang lebih banyak dari manusia lainnya
yang hanya melakukan usaha secara biasa saja.
Hal ini pun berkaitan erat dengan
apa yang akan didapatkan manusia berdasarkan tekad, usaha keras dan juga
keyakinan yang dimilikinya, untuk bisa mendapatkan kebahagiaan dan kemuliaan
secara sempurna di dunia dan di akhirat.
Anugerah itu pun tidak akan
datang kepada manusia-manusia, yang tidak memiliki kesadaran akan berharganya sesuatu
di dalam kehidupannya.
Sebuah
pengetahuan kebenaran bertuhan, haruslah bersifat logis dan praktis. Bersifat logis artinya, bahwa
pengetahuan kebenaran bertuhan itu dapat diterima secara akal pikir dan hati
nurani, serta dapat dibuktikan kebenarannya.
Sedangkan
pengetahuan kebenaran bertuhan yang bersifat praktis, maka berarti pengetahuan
tersebut dapat diterima dan dilakukan oleh siapa pun tanpa terkecuali, dengan
melalui sebuah langkah-langkah sistematis yang mengarah kepada tujuan yang
diharapkan.
Pengetahuan secara teori
memang diperlukan, tetapi akan menjadi sesuatu yang tidak berguna, apabila
pengetahuan tersebut tetaplah merupakan sebuah teori saja, tanpa diketahui
bagaimana cara melakukannya ataupun bagaimana cara untuk mencapai apa yang
ditetapkan dalam teori tersebut.
Setiap agama
pada dasarnya mengajarkan tentang kehidupan bertuhan. Kehidupan bertuhan itu
akan menjadi sebuah pengetahuan bertuhan yang benar, apabila memiliki landasan
berpikir dengan konsep dasar yang benar, langkah-langkah sistematis dengan
metode tertentu untuk mencapai suatu tujuan akhir, dengan menghasilkan sebuah
kepastian yang dapat dibuktikan kebenarannya dan dapat dilakukan oleh siapa
pun.
Apabila diamati, maka sebagian dari agama dan kepercayaan yang ada saat ini, ada yang tidak
memiliki teori atau landasan berpikir yang jelas. Bahkan tidak tertulis
berdasarkan sebuah wahyu langsung dari Yang Mahakuasa, tetapi merupakan sebuah
perkiraan ataupun pemahaman yang sudah melalui sebuah proses campur tangan dari
pemikiran manusia itu sendiri. Sehingga teori yang berkembang dan landasan
berpikir yang digunakan adalah bukan murni merupakan pengetahuan bertuhan yang
sesungguhnya, tetapi merupakan hasil persepsi sebatas pengetahuan manusia itu
yang memberikan.
Sebagian agama dan
kepercayaan lain yang telah memiliki sebuah teori dan landasan berpikir yang
baik, yang bisa jadi secara tersirat telah menyampaikan apa yang menjadi tujuan
akhir yang hendak dicapai oleh manusia di dalamnya, tetapi tidak disampaikan
dengan baik oleh para manusia-manusia yang dianggap memiliki pengetahuan lebih
tinggi dibandingkan yang lainnya, di dalam agama dan kepercayaan itu. Hal itu
dikarenakan keterbatasan pengetahuan yang dimiliki oleh manusia-manusia yang
dihormati dan dituakan di dalam agama dan kepercayaan itu. Dan juga
dikarenakan, memang tidak adanya panduan ataupun arahan secara praktis yang
lengkap dan jelas di dalam agama dan kepercayaan itu, kepada manusia-manusia di
dalamnya. Sehingga, yang berkembang adalah suatu agama dan kepercayaan yang
bersifat tradisi, yang menjalankan segala sesuatu berdasarkan kebiasaan hidup
yang diberikan turun-temurun, tanpa memberikan kesempatan berpikir kepada para
manusia di dalamnya dan mereka hanya menghabiskan sebagian waktu hidup mereka
untuk memahami suatu pengetahuan yang berputar-putar saja, tanpa mendapatkan
suatu kepastian tentang apa sesungguhnya yang hendak dicapai.
Apabila ditanyakan
kepada mereka, mengapa mereka berada di dalam suatu agama atau kepercayaan
tertentu? Maka secara sederhana mereka akan menjawab, bahwasanya mereka
berada di dalam suatu agama dan kepercayaan tertentu adalah untuk mencapai
ketenangan hidup di dunia dan memperoleh surga di akhirat kelak.
Itu adalah jawaban yang hampir dikatakan oleh semua
manusia, karena memang merupakan tujuan hidup manusia pada dasarnya. Tetapi
pertanyaannya adalah, apakah setelah sekian lama mereka berada di dalam
suatu agama dan kepercayaan tertentu, serta menjalankan segala peraturan dan
tata tertib yang ditetapkan di dalam agama dan kepercayaan masing-masing, telah
mendapatkan suatu kepastian, akan mendapatkan surga setelah kematian datang
kepada mereka?
Apakah ada sebuah jaminan atau
kepastian dari manusia-manusia yang dianggap sebagai perpanjangan tangan dari
Tuhan pada setiap agama dan kepercayaan itu, kepada para manusia-manusia di
dalamnya, bahwa kelak mereka akan mendapatkan kemuliaan, baik di dunia maupun
di akhirat?
Apabila hal itu
ditanyakan kepada manusia-manusia yang berada di dalam semua agama dan
kepercayaan, baik bagi manusia yang dianggap sebagai pemukanya ataupun golongan
biasa, maka dapat dipastikan, sebagian besar dari mereka tidak mengetahui apa
pun dan hanya dapat memberikan sebuah jawaban klise, bahwa mereka akan
mendapatkan semua itu dan akan mengetahuinya setelah kematian datang, karena
surga itu berada setelah kematian.
Dikatakan, hampir sebagian besar dari mereka tidak
mengetahui, karena memang, tetap tidak bisa diabaikan, bahwa ada sebagian dari
mereka, dengan segala ketekunan dan karunia dari Yang Mahakuasa, dapat
memperoleh tentang kepastian kehidupan setelah kematian itu, tetapi mereka yang
masuk ke dalam golongan manusia beruntung itu, hanya bisa mencapai ke surga itu
untuk diri mereka sendiri.
Apabila manusia yang bisa mendapatkan surga untuk diri
mereka sendiri saja begitu sedikit jumlahnya, apalagi manusia yang dapat
menghantarkan dan membimbing manusia lainnya, hingga benar-benar mencapai
kepada surga.
Itulah kenyataan yang ada. Dan setiap manusia, secara
jujur di dalam diri masing-masing, pastilah ada sebuah kebimbangan dan dahaga
akan pengetahuan kebenaran bertuhan yang sesungguhnya, yang harus mereka jalani
untuk mencapai tujuan akhir yang diharapkan setiap manusia.
Sebagian besar manusia menutupi kejujuran itu dengan
ego masing-masing, karena mereka takut bila manusia lainnya mengetahui akan
keterbatasan pengetahuan yang dimiliki. Sehingga, mereka berusaha menampilkan
sosok yang sempurna, dengan pengetahuan yang begitu banyak, tetapi sebenarnya,
mereka pun tengah kebingungan dan jauh di dalam diri mereka, terdapat
kekhawatiran dan ketakutan tersendiri tentang kehidupan yang akan mereka
dapatkan.
Sebagian manusia lainnya telah berhasil
mengesampingkan sebagian ego yang mereka miliki, sehingga mereka mulai mencari
untuk bisa mendapatkan pengetahuan tentang kebenaran bertuhan dari segala
sumber. Manusia-manusia seperti itulah yang memerlukan pertolongan dan
bimbingan dari tangan yang tepat. Karena sesungguhnya, manusia seperti itulah
yang memiliki tekad, keinginan dan motivasi yang tinggi, dalam rangka
memperbaiki diri dan berusaha untuk mendapatkan pengetahuan tentang kebenaran
bertuhan itu.
Mereka mencari di tengah rasa kejenuhan dan
kebimbangan yang terus melanda mereka selama ini. Mereka mulai menyadari, bahwa
seperti ada ruang kosong di dalam diri mereka yang belum tersentuh dan tidak
bisa terisi oleh apa pun yang telah mereka pelajari selama ini.
Di tengah derasnya hujan pengetahuan dari para pemuka
agama dan kepercayaan masing-masing, tetapi justru mereka merasakan sebuah
kehampaan dan kesunyian yang tidak dapat digambarkan oleh apa pun.
Mereka pun menjadi bingung dan berusaha untuk
menemukan jawaban dari apa yang mereka rasakan itu. Sebenarnya, hal itu
merupakan suatu awal kebangkitan diri, yang mulai dahaga mencari kebenaran.
Sebuah diri yang terkunci di dalam diri, yang mulai berusaha untuk bisa bangkit
keluar dan menemukan kebenaran sesungguhnya, untuk mem-bimbing diri mencapai
tujuan akhir yang diharapkan.
Sebuah pemahaman yang tidak cukup untuk dicerna oleh
pikiran saja, karena keterbatasannya sebagai fisik manusia dan sudah terlalu
dipenuhi oleh berbagai kekotoran duniawi, baik yang dimasuki oleh diri sendiri,
maupun dimasuki oleh orang lain yang justru dianggap dihormati.
Manusia-manusia yang merasakan kehampaan itu dan
berusaha menemukan jawabannya, maka mereka telah melakukan segala upaya dan
menemui siapa pun yang mereka anggap dapat memberikan suatu jawaban yang
memuaskan dan mengarahkan mereka untuk mendapatkan isi yang dapat memenuhi dan
menepis kehampaan di dalam diri mereka.
Tetapi, lagi-lagi, sekelompok manusia yang
mem-promosikan diri dengan berbagai teknik mampu memberikan yang terbaik, telah
memasang sebuah perangkap yang memasukan manusia-manusia yang dalam kebimbangan
itu menjadi lebih terperosok.
Mereka memasang sebuah perangkap yang dikemas
sedemikian apik dan mengesankan, dengan menampilkan menu-menu khusus yang
diolah sedemikian rupa, sehingga merupakan suatu hal baru yang memang merupakan
sebuah jalan keluar bagi manusia lainnya.
Manusia-manusia seperti itu berlomba-lomba untuk
membuka sebuah tempat ataupun produk tertentu kepada manusia lainnya, yang
dikemas dengan ide masing-masing, dengan tujuan menarik manusia lainnya
sebanyak mungkin, untuk masuk ke dalamnya. Ada yang terkesan tanpa pamrih dan
ikhlas ingin membantu, tetapi ketika manusia lainnya datang, mereka hanya
diberikan menu yang manis sesaat, tetapi tidak dapat memenuhi dahaga mereka
yang sebenarnya. Bahkan mereka tidak mendapatkan sedikit pun pengetahuan yang
berharga, yang dapat menuntun mereka kepada suatu kepastian.
Ada manusia-manusia lainnya yang lebih terbuka dan
dengan terang-terangan, mereka memasang tarif tertentu untuk masing-masing menu
yang mereka tawarkan. Mulai dari menu sederhana, hingga menu kelas tinggi. Dari
harga dan nilai beberapa lembar, hingga nilai yang membuat mata terbelalak.
Manusia-manusia yang memasang nilai dengan harga
memukau dan menghabiskan isi kantong dalam sekejap, beralasan, bahwa
pengetahuan itu adalah sesuatu yang mahal. Sehingga, semakin mahal nilai dari
barang yang ditawarkan, maka semakin berhargalah barang tersebut.
Karena begitu dahaganya manusia-manusia dengan
pengetahuan kebenaran bertuhan itu, maka begitu banyak manusia yang masuk dalam
perangkap itu. Mereka tidak menyadari, bahwa mereka telah masuk perangkap yang
telah dikemas sedemikian rupa, sehingga menyilaukan mata dan memberi kesan
sesuatu yang mewah, spiritualis dan exclusive menurut pandangan umum
manusia. Manusia-manusia yang telah masuk ke dalam perangkap itu sama sekali
tidak menyadarinya, bahkan mereka dengan bangga, masuk ke dalamnya.
Karena manusia sebagai makhluk sosialis yang saling
berhubungan dengan didasari oleh egoisme yang tinggi, maka manusia-manusia
lainnya secara sadar pula, berlomba-lomba memasuki perangkap-perangkap yang
ada. Manusia itu, satu dengan yang lainnya, saling membanggakan diri dan
menganggap semua itu menjadi sebuah tren hidup yang tumbuh subur bagaikan jamur
di musim hujan.
Semakin banyak manusia yang masuk dalam sebuah perangkap,
maka manusia lainnya menilai, semakin bagus perangkap itu. Semakin mahal
nilainya untuk masuk ke dalam perangkap itu, maka semakin tinggi pengetahuan
yang ditawarkan di dalam perangkap itu. Semakin banyak manusia yang
terperangkap di dalamnya, maka semakin gemuklah manusia yang memasang perangkap
itu.
Mengapa dikatakan sebagai perangkap. Apakah hal itu
tidak merupakan sesuatu yang terdengar ekstrim?
Sebutan sebagai perangkap itu, merupakan kenyataan apa
adanya, karena begitu banyak manusia yang terperosok masuk ke dalamnya. Manusia
yang telah mengorbankan tenaga, pikiran, waktu, bahkan biaya yang begitu besar,
dengan harapan mendapatkan sesuatu yang berharga, tetapi kenyataannya tidak
mendapatkan apa pun.
Yang harus diingat adalah, bahwa
tujuan utama manusia dalam dahaganya itu adalah menemukan suatu kepastian
tentang kebenaran bertuhan, yang artinya, harus bisa menghantarkan manusia
kepada suatu kepastian tentang kehidupan, baik di dunia, apalagi di akhirat.
Kepastian itu haruslah bisa menghantarkan manusia benar-benar mencapai tempat
yang bercahaya, yang menjadi tujuan dari setiap manusia.
Bila secara jujur ditanyakan ke
dalam hati, terutama kepada manusia yang pernah memasuki perangkap itu tanpa
menyadarinya, apakah kamu semua mendapatkan sebuah bimbingan dan memperoleh
sebuah kepastian dengan disertakan jaminan, tentang keadaan kehidupan kamu di
akhirat kelak? Apakah seseorang yang telah menuntunmu ke dalam perangkap itu,
dapat memberimu kepastian, bahwa kamu akan memperoleh surga kelak?
Bila jawaban mereka yang menuntunmu itu mengata-kan,
bahwa surga itu akan didapatkan nanti setelah kematian datang, sedangkan
sewaktu hidup di dunia yang penting adalah berusaha dan menjalani saja, karena
kepastian itu akan datang nanti. Apabila tidak ada satu jawaban yang pasti dan
hanya berputar-putar saja dari mereka yang telah menuntunmu, maka pastikan
dalam dirimu, bahwa mereka adalah pembohong
besar. Kalau diri mereka yang menuntunmu saja tidak
mengetahui, bagaimana kehidupannya setelah kematian nanti, bagaimana mungkin
mereka bisa membantumu untuk mencapai kebenaran bertuhan itu dan memastikan
dirimu mencapai surga, sedangkan dirinya sendiri belum tentu bisa mencapainya.
Ingatlah!!! Bahwa kebenaran, apalagi merupakan kebenaran bertuhan, haruslah
bersifat Pasti! Pasti dalam langkah-langkah untuk mencapainya dan pasti pula
untuk mendapatkannya!
Segeralah keluar dari perangkap itu. Janganlah
membuang waktu, tenaga, pikiran, apalagi materimu untuk mengejar dan
mendapatkan sesuatu yang hanya membuatmu sebagai sapi perahan saja.
Kamu adalah manusia yang diberikan kesempurnaan hidup,
yang hanya memerlukan sentuhan tangan orang yang tepat untuk menampilkannya.
Kamu adalah manusia, sesosok makhluk yang diberikan kelebihan akal pikir dan
nurani, untuk menilai sesuatu yang membawa kebaikan dan kebenaran bagimu.
Mulailah mencari kebenaran atas apa yang telah kamu
lakukan selama ini, dengan kecerdasan lahir dan batinmu. Mulailah jujur pada
diri sendiri, agar dirimu segera terbebas dari segala kepalsuan dan kemanisan
yang ditawarkan dan membelenggumu selama ini, agar dirimu dapat segera
menikmati kebebasan, untuk mencapai dan mendapatkan pengetahuan tentang
kebenaran bertuhan yang sesungguhnya.
Jangan bertanya dengan fisikmu, apalagi dengan orang
lain yang sama tidak tahunya denganmu.
Pengetahuan tentang kebenaran bertuhan merupakan
hubungan pribadi antara personal setiap manusia dengan Yang Mahakuasa, oleh
karenanya, temukanlah jawabannya dengan melepaskan segala egomu sebagai manusia
secara fisik dan mendekatlah kepada Yang Mahakuasa di dalam keheningan.
Bulatkan tekadmu, yakin dan
pasrahlah dengan segala kesungguhanmu, maka kebenaran Tuhan akan menyentuhmu
dan menghantarkanmu kepada seorang manusia yang dapat membimbingmu pada jalan
kebenaran, hingga mencapai suatu kepastian akan kehidupan dunia akhirat.
Seorang manusia yang terpilih, yang dipilih bukan
karena manusia lainnya ataupun mengangkat dirinya sendiri. Tetapi seorang
manusia yang memang diberikan kemampuan langsung oleh Yang Mahakuasa dan para
Utusan-Nya Yang Mulia, untuk dapat menyampaikan kebenaran kepada semua manusia.
Jangan goyahkan tekadmu karena apa pun. Ujian dan
cobaan dalam kehidupanmu pun, ada saatnya mudah, ada saatnya terasa berat.
Apalagi ujian atau cobaan yang akan mengarahkanmu kepada sebuah hal besar. Hal
yang tidak ternilai oleh apa pun, karena merupakan Tujuan Mulia dan Tertinggi
setiap manusia.
Bila kamu telah siap mengosongkan diri dengan
melepaskan segala keegoisan dan atribut keduniawianmu, maka bersiaplah untuk
menemukan kebenaran itu, karena yakin akan segera menghampirimu. Tetapi,
apabila dirimu masih diliputi oleh keterbatasan fisikmu, egomu dan segala
pikiran, kebimbangan dan perbandingan semu di dalam dirimu, maka lupakanlah
harapanmu untuk dapat menemukan kebenaran itu dan tetaplah berada dalam
perangkap itu untuk waktu yang tak terbatas dan berbahagialah dengan apa yang
kamu dapatkan, karena bisa jadi, itulah bagianmu.
Kebenaran bertuhan itu memang suatu yang pasti dan
berasal dari Yang Mahakuasa, tetapi untuk mendapatkannya, selain merupakan
anugerah, juga merupakan buah dari hasil tekad dan keyakinan dari manusia itu
sendiri. Maka kembali kepada dirimu sebagai manusia pada umumnya, akan termasuk
ke dalam manusia manakah dirimu, apakah menjadi manusia yang bisa mengosongkan
diri secara totalitas untuk mendapatkan kebenaran sejati, ataukah tetap
tenggelam dalam pengetahuan dan kesempurnaan semu yang telah kamu dapatkan?
Apa pun jawaban yang kamu pilih, maka tetaplah
saling menghargai. Tetapi satu hal yang harus diingat oleh setiap manusia
adalah :
“KEBENARAN TIDAK PERNAH MENCARI MANUSIA,
TETAPI MANUSIALAH YANG MENCARI KEBENARAN.
DAN TUHAN TIDAK MEMBUTUHKAN MANUSIA, TETAPI MANUSIALAH YANG MEMBUTUHKAN
TUHAN.”
BAB III
MENAPAKI
LANGKAH KEBENARAN
Setelah
mendapatkan pemahaman tentang pengetahuan kebenaran bertuhan yang sesungguhnya
dengan realita yang ada, maka diharapkan adanya sebuah pemahaman yang benar
kepada semua manusia, untuk memperbaiki pola pikir dan konsep selama ini yang
ada di dalam diri.
Memahami dan menerima sebuah konsep kebenaran yang
sesungguhnya, yang bisa jadi merupakan sebuah fenomena baru bagi sebagian
manusia, memanglah memerlukan waktu dan proses untuk mendapatkannya.
Proses
yang dialami oleh setiap manusia dalam mencapai kebenaran itu, tentulah
beragam. Hal ini dipengaruhi dari mana manusia itu berasal, jalan mana yang
telah ditempuh, dan juga faktor fisik lainnya, seperti latar belakang
kehidupan, tingkat sosial, maupun tingkat intelektual dari manusia itu. Tetapi,
hal itu bukanlah merupakan suatu penghalang dalam melangkah untuk mencapai
kebenaran. Bukan pula menjadi penentu keberhasilan bagi setiap manusia untuk
bisa mendapatkan kebenaran itu. Karena kondisi di atas merupakan atribut secara
fisik yang memang dimiliki oleh setiap manusia dan bukan merupakan sebuah
penilaian akhir atas keberhasilan seorang manusia, untuk bisa mulai menapaki
Langkah Kebenaran. Karena, Langkah Kebenaran yang dilalui oleh manusia, merupakan
sebuah langkah, antara diri seorang makhluk dengan Yang Mahakuasa.
Sebuah Langkah Kebenaran menuju jalan kepastian dalam
mencapai pengetahuan sejati, yang hanya bisa dicapai oleh seorang manusia yang
memiliki kebulatan tekad, keyakinan dan kepasrahan, serta bimbingan seorang
manusia lainnya yang benar-benar telah mendapatkan petunjuk dan kemampuan untuk
melakukannya.
Seorang manusia yang tidak memerlukan penilaian tertentu
ataupun pamrih dalam bentuk apa pun, yang akan menghantarkan dan membimbing
manusia lainnya mencapai kebenaran bertuhan itu. Karena, Manusia Terpilih itu
merupakan Utusan dari Yang Mahakuasa, maka tidak memerlukan penilaian,
penghargaan, apalagi pamrih dari manusia lainnya, yang pada dasarnya tidaklah
memiliki apa pun. Karena, manusia itu hanya mengharapkan segala sesuatunya
langsung dari Yang Mahakuasa.
Seorang manusia
yang dengan tekad yang kuat, mempunyai sebuah tujuan mulia untuk membimbing dan
menghantarkan manusia lainnya di dalam mencapai kebenaran bertuhan, sehingga
bisa mendapatkan kebahagiaan dan kemuliaan hidup di dunia dan akhirat.
Seorang manusia yang mendapatkan bimbingan langsung,
petunjuk, segala kelebihan dari Yang Mahakuasa dan melalui Utusan-Nya Yang
Mulia, sehingga dapat membimbing setiap manusia tanpa membedakan latar
belakang, agama dan kepercayaannya, status sosial, intelektual, ataupun
perbedaan lainnya yang dinilai manusia secara fisik. Itulah sebenar-benarnya
seorang pembimbing kepada jalan kebenaran sesungguhnya.
Seorang
manusia yang mampu menyentuh manusia lainnya tanpa terkecuali dan tidak pernah
membedakan atau menilai apa pun secara fisik, karena yang diberikannya adalah
sebuah Kebenaran Sejati, tentang pengetahuan bertuhan yang sesungguhnya menjadi
tujuan akhir setiap manusia.
Seorang
manusia yang akan memberi kabar baik kepada manusia lainnya, bahwa ditengah
kehampaan dan kepalsuan yang merajalela, terdapat Setitik Cahaya dan secercah
harapan, yang akan mampu merengkuh siapa pun yang memiliki tekad kuat,
keyakinan dan kepasrahan di dalam mencapai dan mencari kebenaran itu.
Manusia
itu bisa jadi tidak mempublikasikan dirinya dimuka umum, tidak berlomba mencari
simpati manusia lainnya dan tidak pula memberitakan sederet kemampuan yang
dimilikinya, karena apa yang disampaikannya merupakan sebuah mutiara yang
sangat berharga, yang hanya pantas dimiliki oleh manusia yang memiliki
kebulatan tekad, keyakinan dan kepasrahan yang sesungguhnya, bukan hanya
sebatas kata saja.
Jadi,
bila kamu berharap menemukannya diantara manusia-manusia yang menawarkan
sesuatu yang dikemas secara berlebihan, maka kamu tidak akan menemukannya.
Karena sebenarnya, mereka semua menawarkan sebuah batu kali, tetapi dikemas,
dipoles dan didesain sedemikian rupa, sehingga karena bentuknya yang besar,
menjadi terlihat begitu berharga dan mampu memberikan sesuatu yang menjadi tujuan
dari manusia lainnya.
Satu mutiara yang sangat berharga, memang kecil
secara bentuknya. Dan untuk bisa mendapatkannya, maka memerlukan sebuah
perjuangan tersendiri.
Semua
kembali kepadamu, wahai manusia. Apakah dirimu akan berlomba-lomba untuk
mendapatkan kemasan yang begitu indah dan besar, tetapi sebenarnya hanya berisi
batu kali. Ataukah kamu berusaha dengan segala kemampuanmu untuk mencapai
setitik cahaya itu, yang berasal dari sebuah mutiara bersinar, yang tidak
pernah padam oleh apa pun dan tidak perlu dipoles dengan apa pun, karena kebenaran
yang terpancar darinya tidak akan lekang oleh waktu, kondisi, dan apa pun yang
ada.
Kesempatan
untuk mendapatkan karunia dan berada di jalan yang benar, terbuka di depan
mata. Tetapi, tidak bisa dilihat oleh pandangan secara fisik, apalagi oleh
mereka yang membutakan mata sendiri, tetapi hanya bisa dilihat oleh kebersihan
hati dan kejernihan akal pikir, serta ketajaman nurani. Sehingga bisa menjadi
ke dalam golongan manusia yang dapat meraih anugerah terbesar dari Yang
Mahakuasa dan selalu berada di jalan kebenaran, menuju kebenaran bertuhan Yang
Mahasempurna.
Sekali lagi, kosongkanlah dirimu secara utuh, berdiamlah
dan mendekatlah kepada Yang Mahakuasa. Kemudian bertanyalah kepada rasa sejatimu,
apakah dirimu akan terus berjalan dan melangkah di atas kepalsuan yang selama
ini kamu lalui? Dan terus tenggelam di dalam ketidakpastian hingga akhir
hayatmu? Ataukah dirimu akan mendapatkan hidayah yang melepaskan segala
keterbatasan fisik, sehingga dirimu dapat mulai melangkah menapaki jalan
kebenaran untuk mencapai pengetahuan kebenaran bertuhan yang sebenar-benarnya?
Berusahalah
dengan segala kemampuanmu untuk dapat menemukan Manusia Terpilih yang memiliki
hak dan wewenang untuk membimbingmu mencapai kebenaran itu.
Berharaplah kebenaran itu dapat kau temukan dan menyatu
dengan Yang Mahakuasa, sebelum kematian datang kepadamu. Karena apabila kamu
belum mencapai kebenaran itu, sementara waktumu telah usai, semua itu akan
menjadi suatu yang sia-sia.
Tanpa kebenaran yang kamu raih, adakah yang mengetahui, bagaimana
kelanjutan hidupmu dan dimanakah kamu berada kelak?
BAB IV
TAHAPAN MENUJU
LANGKAH
KEBENARAN
Setelah penjelasan yang diberikan terdahulu, diharapkan
pada saat ini, manusia-manusia yang telah memahaminya mendapatkan sebuah
wawasan berpikir dan mulai dapat mengasah, untuk mempertajam hati nurani dalam
meraih pengetahuan tentang ketuhanan yang sebenar-benarnya.
Beruntunglah manusia yang setelah mendapatkan pemahaman,
maka dirasakan suatu perubahan dan dorongan kuat dari dalam dirinya, untuk
menemukan kebenaran itu. Dan berharap, dapat pula segera bertemu dengan manusia
yang diberikan petunjuk untuk membimbing, karena berarti pintu hidayah masih
terbuka untuknya. Dengan memiliki bekal pengetahuan ketuhanan yang benar,
ditambah dengan dorongan atau tekad dari dalam diri yang muncul dengan
sendirinya, maka segeralah untuk mulai memikirkan dan merencanakan, upaya apa
yang hendak dilakukan dalam mewujudkan pengetahuan yang didapatkan.
Apabila diri telah mulai bergerak dan melakukan upaya
dengan segala kesungguhan, maka yakinlah, bahwa diri telah selangkah lebih dekat
untuk mulai menapaki Langkah Kebenaran.
Sebuah pengetahuan yang mendalam, sarat dengan hal
berharga dan mengandung nilai kebenaran langsung dari Yang Mahakuasa, akan
menjadi sesuatu yang tidak bisa diambil manfaatnya oleh diri, apabila hanya
sebatas dipahami, sementara diri manusia itu tidak melakukan upaya atau tindakan
apa pun dalam meraihnya.
Dalam melangkah, harus selalu diingat, bahwa Tuhan
Mahaberkehendak atas segala sesuatu, oleh karenanya, selalu berharap dan
berpasrah kepada Tuhan Yang Mahakuasa, agar mendapatkan bimbingan dan kemudahan
dalam menemukan kebenaran itu, untuk mendapatkan tujuan akhir yang menjadi
puncak segala keinginan manusia.
Hanya manusia-manusia yang telah benar-benar memiliki
tekad, keyakinan dan usaha yang sungguh-sungguh, yang berhak untuk mendapatkan
bimbingan dalam melakukan tahapan Langkah-langkah Kebenaran. Hanya
manusia-manusia yang memiliki dorongan dari dalam diri sesungguhnya yang akan
mampu melewati seleksi alam yang terjadi, yang akan memisahkan antara manusia-manusia
yang memiliki kebulatan tekad, dengan manusia yang hanya bersifat ingin tahu,
ataupun sebatas mengikuti yang lain saja, ataupun manusia yang memiliki
keyakinan semu.
Betapa
pun seorang manusia berusaha mengemas diri dengan keyakinan dan tekad semu, dengan
harapan memperoleh pengetahuan ketuhanan yang benar, maka sesungguhnya dirinya
tidak akan mendapat suatu pengetahuan yang berharga sama sekali.
Disadari
atau tidak, kepalsuan dan kesemuan yang masih dipertahankannya itu, justru akan
semakin menjauhkan langkahnya dari jalan kebenaran yang terbentang di depan
mata. Maka mulai dari detik ini, sadarilah dirimu, bahwa termasuk ke dalam
bagian manusia seperti apakah dirimu? Bertanyalah kepada dirimu sendiri, karena
akan kamu temukan jawaban yang jujur.
Apabila
setelah mendapatkan pemahaman tentang pengetahuan ketuhanan yang benar, dirimu
merasakan sesuatu yang merekah di dalam diri, memberikan motivasi dan tekad
yang membara, keyakinan yang teguh, maka hal itu mengindikasikan bahwa dirimu
menjadi salah satu manusia yang mendapatkan anugerah untuk segera berada di
jalan kebenaran dan menikmati kebahagiaan yang sesungguhnya.
Hal ini
akan sangat dirasakan berbeda, apabila setelah mendapatkan pemahaman tentang
pengetahuan bertuhan yang benar, tetapi dirimu tidak merasakan getaran apa pun,
kamu tidak bisa melepaskan diri dari belenggu egoisme dan kebanggaan diri yang
semu, maka hal itu berarti, bahwa belum saatnya kebenaran itu menghampirimu
atau kalaupun kebenaran itu telah berada begitu dekatnya dengan dirimu, justru
dirimulah yang disadari atau tidak, menjauhi kebenaran itu.
Sungguh
merupakan sebuah kerugian yang mahabesar, apabila seorang manusia berada di
dalam barisan manusia pada golongan kedua, karena diri manusia itu tidak mengetahui,
kapan lagikah waktunya kesempatan itu akan datang kembali kepadanya?
Kapankah
kebenaran itu akan berada sedemikian dekat dan hampir menyentuh manusia itu,
sementara manusia itu tidak menyadarinya?
Apakah
ketika kesempatan itu datang dan kebenaran menghampiri, masih terdapat waktu
bagi diri manusia itu untuk menapaki jalan kebenaran itu?
Bagaimana
ketika kebenaran itu hampir menyentuhnya, tetapi keberadaannya di dunia telah
habis masanya dan berganti dengan waktu kematian yang mendekat, maka segala
pengetahuan tentang ketuhanan yang benar, yang datang sesudahnya, tidak dapat
memberikan manfaat dan menjadi penolong bagi manusia itu, karena setelah terpisah dari jasad, maka diri
yang sesungguhnya akan berada di alam lain yang bukan merupakan alam bercahaya
yang menjadi tujuan akhir manusia.
Dimana
diri manusia itu berada pada saat itu, hanya Yang Mahakuasa yang mengetahui,
karena dirinya tidak dapat lagi melakukan hubungan dengan manusia lainnya di
dunia.
Betapa pun pintar dirimu tentang
pengetahuan dunia, betapa pun besar materi yang kamu miliki dan betapa banyak
kebaikan duniawi yang kamu tebarkan, maka hal itu tidak akan cukup untuk
menebus kemuliaanmu di akhirat, karena semuanya sama sekali tidak berkaitan
dengan kemuliaan di akhirat. Semua pengetahuan, materi, dan kebaikan yang
bersifat duniawi, hanya merupakan suatu hubungan timbal balik yang akan
dirasakan hasilnya atau akibat dari
semua hal itu, ketika masih berada di dunia pula dan tidak dapat menghantarkan
manusia itu untuk mencapai jalan kebenaran di akhirat.
Kemuliaan di akhirat yang bisa
didapatkan oleh seorang manusia, sangat dipengaruhi oleh keberhasilannya
mendapatkan pengetahuan tentang ketuhanan yang benar. Sebab, hanya hal itulah
yang benar-benar dapat memastikan bahwa seorang manusia itu akan mendapatkan kemuliaan
setelah kematian datang.
Mengapa hanya pengetahuan tentang
ketuhanan yang benar, yang bisa memastikan seorang manusia mendapat kemuliaan
di akhirat?
Hal
ini dikarenakan, ketika kematian datang, maka seorang manusia secara hakikat
akan kembali kepada Yang Mahakuasa dan menyatu dengan-Nya, sehingga tiada
bedalah antara diri manusia yang sesungguhnya itu, yang telah memasuki Samudera
Ketuhanan Yang Mahaluas dan hanya anak kunci yang tepatlah yang dapat membuka
sebuah pintu kebenaran yang hanya dapat dilalui oleh satu jalan dan hanya dapat
dihantarkan pula oleh seorang manusia yang benar-benar telah mendapatkan
petunjuk dan kemampuan Yang Hak mengenai ketuhanan itu.
Langkah-langkah
Kebenaran akan membawamu di atas jalan kebenaran yang akan menuntunmu mencapai
pintu kebenaran, yang hanya bisa dibuka oleh satu anak kunci kebenaran pula.
Satu kunci kebenaran yang tidak dimiliki oleh manusia-manusia pada umumnya,
apalagi yang kemampuannya dinilai oleh dirinya sendiri maupun oleh manusia awam
lainnya. Jangankan memiliki anak kunci kebenaran, mengetahui langkah benar
seperti apakah yang akan membawa ke jalan kebenaran itu saja, mereka tidak
memiliki pengetahuan sedikit pun.
Mereka
pada umumnya merasa telah melangkah di atas suatu jalan dan akan dihadapkan pula
oleh sebuah pintu dan mereka merasa telah memegang kunci untuk membuka pintu
itu. Begitu banyak jalan-jalan yang ada, begitu banyak pula pintu-pintu yang
akan dihadapi oleh manusia-manusia yang dapat mengecoh dan justru semakin
menjauhkan manusia itu pada pintu kebenaran yang sesungguhnya. Karena tidak
mengetahui jalan dan pintu kebenaran manakah yang sesungguhnya harus mereka
capai, maka dapat dipastikan pula, bahwa kunci yang telah mereka pegang saat
ini, merupakan sebuah kunci yang akan menghantarkan mereka kepada sebuah pintu
yang bukan merupakan sebuah pintu kebenaran dan tidak akan pernah menghantarkan
manusia itu untuk mencapai kemuliaan di akhirat, yang berada setelah pintu itu
terbuka.
Bisa
jadi, manusia-manusia itu membawa kunci-kunci yang sesuai untuk membuka pintu
yang tengah mereka tuju selama ini. Dan, bisa pula kunci itu dipergunakan untuk
membuka pintu yang tengah mereka tuju saat ini, tetapi tidak diketahui, pintu
apakah sesungguhnya yang menjadi tujuan mereka. Apakah pintu yang tidak berisi
apa pun di dalamnya, atau justru pintu, pintu-pintu yang akan menghantarkan
mereka kepada tempat yang membawa mereka kepada penderitaan dan kesengsaraan di
akhirat nanti.
Ingatlah!!! Bahwa hanya terdapat
satu pintu kebenaran yang benar-benar dapat menghantarkan manusia memperoleh
kemuliaan dan kebahagiaan dunia - akhirat, yang berarti, hanya ada satu kunci
kebenaran yang dapat membukanya!
Pandai-pandailah
memilah terhadap segala sesuatu yang tampak di depan mata, karena apa pun yang
manusia itu pilih sebagai sebuah keputusan, maka hal itu akan menyangkut dalam
kehidupan panjangnya di alam keabadian setelah kematian ataukah alam lainnya
yang berisi penderitaan untuk waktu yang lama, atau bahkan selamanya. Artinya,
bahwa diri manusia itu sendirilah yang akan merasakan akibat apa pun dari
keputusan yang telah dipilihnya. Oleh karena itu, tidak ada satu manusia pun
yang dapat membantu setelah pilihan itu
dijalaninya.
Ingatlah
wahai manusia! Jangan biarkan dirimu tertipu dan terpengaruh oleh ucapan manis
belaka atau kepalsuan yang tertutupi oleh berbagai hal, dan jangan biarkan
orang lain mempengaruhi kehidupanmu, apalagi membiarkannya menyeret dirimu ke
dalam alam penderitaan yang abadi.
Semua
keputusan ada di tangan setiap manusia, karena pribadi manusia masing-masinglah
yang akan menjalaninya. Kebahagiaan atau penderitaan, kemuliaan atau kehinaan
yang akan di dapat, diri manusia sendiri itulah yang membuat keputusan untuk
nasibnya sendiri.
Selalulah
mendekatkan diri yang benar kepada Tuhan Yang Mahakuasa dan berharap dengan
tekad dan kepasrahan, dimasukan ke dalam barisan manusia yang akan menuju pintu
kebenaran yang sebenar-benarnya.
Apabila setelah peringatan dan pemahaman ini datang
kepada setiap manusia, tetapi manusia itu mengabaikannya, maka itulah bagian
yang harus diterimanya dan bersiaplah menikmati penderitaan panjang tanpa batas
waktu.
Dan, apabila seorang manusia tersadar dari kesalahan dan kekeliruan jalan yang telah ditempuhnya, serta segera berbalik arah mencari jalan kebenaran, dengan berharap menemukan seorang manusia yang tepat dengan segala kesungguhan dan kerja kerasnya, maka yakin dan bersiaplah menikmati pula kebahagiaan dan kemuliaan di dalam Alam Cahaya Yang Abadi.
Bila seorang manusia telah memiliki pemahaman yang mendalam
mengenai pengetahuan bertuhan, serta memiliki tekad, keyakinan dan kesungguhan
dalam mendapatkannya, maka dirinya berhak mendapatkan bimbingan dari seorang
manusia yang telah ditunjuk oleh Yang Mahakuasa. Seorang manusia itulah yang
akan membimbingnya hingga mencapai tahap, dimana pengetahuan bertuhan itu
menjadi nyata adanya.
Seorang
manusia yang akan membimbing manusia-manusia yang berhak mendapatkan, hingga
menghantarkannya mengalami peristiwa bertuhan yang sesungguhnya, dengan
meleburkan semua hijab dan dinding yang ada, yang selama ini membatasi antara
manusia itu dengan Yang Mahakuasa.
bersambug ...
Langganan:
Postingan (Atom)